Wednesday, December 30, 2009

PULANGLAH, KAKEK*


Pulanglah, Kakek, pulanglah
Pulanglah ke tempat di mana kau semestinya
Di Ciganjur
Bersandal jepit
Beruntaikan sarung
Bersandar di sisi meja
Berdupakan aroma kebebasan

Kau tak mampu hidup di istana
Istana penuh dengan kemunafikan
Kau tak sanggup tidur di istana
Istana penuh tipu daya
Kau tak ‘kan bisa diam di istana
Istana penuh nista

Pulanglah, Kakek, pulanglah
Jangan pedulikan cucu-cucumu yang bodoh itu
Tak pahami keluasan pikiranmu
Tak mengerti kedalaman kebijakanmu
Tak menangkap pengajaranmu
Tak mendengar dongengan indah pengantar tidurmu

Pulanglah, Kakek, pulanglah
Cukup sudah kau dihina
Setelah sebelumnya dipuja-puja
Dan disanjung bagaikan raja
Setelah sebelumnya dirangkul-rangkul
Dan dipatuhi bak panglima

Pulanglah, Kakek, pulanglah
Aku tak rela kau digiring para penjagal
Aku tak sudi kau dilalap api kebencian
Aku tak mau kau dirajam batu kebodohan

Pulanglah, Kakek, pulanglah
Tatap kami dari jauh
Doakan kami dengan sungguh
Dalam linangan air mata, demi bangsamu

Dedicated to Gus Dur, our Semar….


Depok, 29 Juli 2001, 22.45 WIB


*Tulisan ini dibagikan dalam rangka turut berduka cita atas wafatnya K.H. Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia ke-4. Seperti status saya di Facebook yang didedikasikan buat Gus Dur:


"Presiden paling nyleneh sedunia, tak ada duanya. Tidak takut pada siapa-siapa, karena jiwanya bebas! Gus Dur, seorang Kristen Yahudi yang Muslim, paling tidak di mata saya...(Secara tiga-tiganya berasal dari akar yang sama, mengapa bertengkar terus?)."

Memberi lebih baik daripada menerima?

Katanya, memberi lebih baik daripada menerima. Dulu aku setuju dengan pernyataan itu, tetapi sekarang rasa-rasanya hal tersebut adalah kesombongan dalam bentuk yang halus dan terselubung. Pernyataan ini tanpa sadar membuat orang-orang yang memberi merasa berada di posisi yang lebih tinggi daripada yang menerima. Yang menerima pun cenderung dipandang sebagai orang yang lebih lemah. Maka yang memberi biasanya menjadi bangga akan diri sendiri, dan yang menerima merasa wajib berterima kasih dan membalas budi. Tidak ada yang indah jika hal seperti ini terjadi, karena yang memberi kehilangan rasa kesetaraan dengan si penerima, dan yang menerima pun tidak lagi merasa layak menjadi sesama bagi si pemberi.

Jika kita hidup dengan menghayati pernyataan ‘memberi lebih baik daripada menerima’, maka tanpa sadar hal itu telah membuat kita canggung untuk menerima kasih karunia. Kita menjadi kesulitan menerima cinta kasih Allah. Ketika Allah bilang, “Cinta kasih-Ku padamu gratis, Honey!!” kita cenderung tidak percaya dan menyanggah: “Mengapa aku diberikan cinta-Mu Allah? Pake panggil aku Honey segala? Padahal jelas-jelas aku bukan hasil produksi lebah?” (Eh, ngaco, maap!!) Rupanya ketika Allah memberi, karena tugas kita hanya tinggal ‘menerima’, kita merasa helpless atau tak berdaya dan berada pada posisi yang inferior, sehingga kita merasa tidak enak, dan kemudian bertanya-tanya: Apa yang telah kulakukan sehingga aku pantas menerimanya?

God’s love is a gift...Hadiah cuma-cuma! Tetapi tetap saja, berapa banyak dari kita yang tanpa sadar telah terseret tetap merasa ‘wajib’ melakukan berbagai macam ‘aktivitas’ agar menyenangkan hati Allah dan untuk memperoleh cinta kasih Allah? Dan berapa banyak dari kita, juga menjadi begitu takut menerima cinta dari Allah maupun dari orang lain karena merasa tidak layak?

Setelah merenungkan hal ini, aku merasa bahwa ternyata yang lebih kita butuhkan adalah seni ‘menerima’, bukan bagaimana memberi. Orang selalu senang jadi hero (catatan: bukan nama sebuah pasar swalayan di Jakarta yang telah berubah menjadi Giant) atau pahlawan, pemberi, yang mengasihani orang lain. Posisi yang gampang karena membuat kita merasa sudah berbuat sesuatu demi orang lain. Tetapi ternyata ketika pada suatu saat karena situasi tertentu kita harus kehilangan kemampuan untuk memberi, kita menjadi frustasi, kehilangan harga diri, dan dengan demikian kehilangan kebahagiaan.

Ada contoh yang sangat sederhana untuk membuktikan hal ini. Coba kita amati sejenak, berapa banyak para Ayah yang pada umumnya pencari nafkah merasa dirinya tidak berarti lagi ketika sudah pensiun dan berpenghasilan lebih rendah daripada sebelumnya? Berapa banyak para Ibu yang merasa dirinya tidak berguna lagi ketika semua anaknya sudah dewasa dan tidak bergantung pada dirinya lagi sehingga ia merasa tidak dibutuhkan? Bukankah tanpa sadar kita menilai diri kita dari apa yang bisa kita lakukan, kerjakan, hasilkan, dan bukan dari siapa sebenarnya diri kita yang sejati yang diciptakan Tuhan? Dan dengan demikian kita pun menilai sesama kita dengan cara seperti itu dengan tanpa sadar menyatakan di dalam hati kita: Wahai, Kawan, engkau berarti jika engkau ‘berguna’, berkontribusi, dan bermanfaat! Bukan karena apa adanya Engkau yang telah diciptakan dengan indah oleh Tuhan. Sebelum kita menapaki masa di mana kita kehilangan kemampuan untuk memberi, mungkin kita memang perlu belajar bagaimana caranya menerima perhatian, cinta, pemberian, pertolongan, dari orang lain dengan tulus dan terbuka sepenuhnya, 100%!! Dan kita perlu belajar untuk tidak lagi mengukur diri kita hanya dari apa yang bisa kita berikan buat orang lain.

Mungkin pula karena itulah bayi Yesus yang tak berdaya itu menjadi sesuatu yang sulit diterima sebagai Pemberian Allah yang Terindah. Seorang bayi? Dia bisa apa? Cuma bisa menangis dan membutuhkan perlindungan, perawatan, dan perhatian. Itulah masalahnya. Karena memandang diri kita lebih (…dewasa, kuat, mampu, dibutuhkan) daripada seorang bayi, kita pun tidak lagi memiliki kepekaan untuk menerima cinta kasih murni darinya.

Seorang bayi memang butuh perlindungan, tetapi jika hati kita terbuka, ternyata seorang bayi pun berperan besar dalam melindungi hati kita. Dia mengingatkan dan menumbuhkan kemurnian dan ketulusan cinta kasih yang ada dalam diri kita ketika kita lahir, sehingga hati kita menjadi hangat ketika memandang dan menggendongnya. Dan tentu saja, semoga, kehangatan yang kita rasakan ketika melihat seorang bayi terus hidup di dalam hati kita sehingga keseluruhan diri kita sampai sel-sel yang terkecil dalam tubuh kita, dipenuhi cinta kasih yang murni! Apalagi buat kita yang menjadi pengikut Kristus, jika kita dapat merasakan bahwa kehangatan itu dipancarkan oleh seorang anak, bayi bernama Yesus…Betapa indahnya!! Mungkin karena itulah Yesus berkata,”… sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 18:3b).

Kehangatan cinta seperti itu pun akan membuat memberi dan menerima menjadi sesuatu yang tulus dan murni. Memberi tidak lagi karena ingin posisi lebih, dan menerima pun tidak lagi mengakibatkan rasa inferior, tetapi keduanya membuat hati kita dipenuhi rasa syukur dan suka cita kepada Allah. Maka pada akhirnya memberi menjadi sama indahnya dengan menerima.

*Seperti dalam satu lagu The Beatles di dalam album musik mereka Abbey Road, “And in the end, the love you take is equal to the love you make....”

Selamat Hari Natal!!

Cikarang, 6 December 2008 22:40

*Bagian akhir tulisan ini mengenai lagu dari The Beatles boleh diabaikan, cuma selipan iseng yang menampilkan kesukaanku terhadap mereka…hehehe….. Tetapi kalau terinspirasi silahkan juga sih, nggak dilarang, mungkin bisa ikut-ikutan jadi Beatlemania (!?)

Sunday, November 22, 2009

Ketika Hampir Merekah...

Ketika aku hampir merekah

Aku berbunga indah

Seorang lelaki tua datang

Merusak seluruh kuntum

Dan mengambil jiwaku,

Ya! Dia mengambil jiwaku…

Seorang tukang kebun

Berdiri di dekatku

Menawarkan tiga jenis bunga

Yang jingga, nila, atau mawar merah

Aku tolak semuanya,

Ya! Aku tolak semuanya…

Di bulan itu

Mawar merah merekah

Tetapi bukan untukku

Kucabut semua mawar dari taman itu

Kuganti dengan semak berduri,

Ya! Kuganti dengan semak berduri...

Jika aku mau

Menanti dalam waktu

Tuhan pasti merahmatiku

Dan aku akan menangis

Semangkuk butir bening air mata

Untuk mencuci

Jejak-jejak luka

Ya, untuk mencuci

Jejak-jejak luka...

Cikarang, 22 November 2009, 21:19 WIB

Terinspirasi oleh lagu 'When I was in my prime'

Sekuntum bunga wangi dan indah bisa untuk dipandang, dikagumi, disentuh, dihirup wanginya, dipetik, dirangkai, dan ditaruh di dalam rumah….Tetapi ternyata sekuntum bunga malahan memberikan bekas paling lama, di tangan yang meremas untuk menghancurkannya..

Tuesday, November 10, 2009

Hari ini aku bertemu Pahlawan….*


Hari ini aku bertemu Pahlawan….

Tidak, namanya tidak tercantum di surat kabar
Tidak, pangkat militernya tidak ada
Tidak, gelarnya pun tidak tinggi
Tidak, kekuasaannya tidak besar
Tidak, dia tidak pernah memberi makan beratus-ratus fakir miskin

Dia, seorang Guru..
Guru Sekolah Dasar
Posisi tidak terpandang,
Pahlawan yang terlupakan...

Tetapi keberadaannya
Telah memberi kesan
Mendalam...
Setidaknya, buatku

Dan mataku pun terbuka
Untuk melihat
Apa artinya
Untuk mendengar
Apa maknanya
Untuk mengecap
Apa rasanya...

Tepat hari ini,

Tepat Hari Pahlawan!


Untuk Pak Hussein,
Cikarang, 10 November 2009, 21:00 WIB
Elda Pardede

*Hari ini T. M. A. , A. S., dan Luciana bertemu dengannya

Wednesday, November 4, 2009

NAMAKU, RAKYAT INDONESIA*

Namaku, RAKYAT INDONESIA
Hidup di antara butir-butir kekosongan jiwa
Hampa. Mengeluh.

Ketika waktu bagai jarum menusuk raga.
Menangis. Pedih.

Suara malaikat, suara-suara malaikat,
Tak terdengar...
Teriak basi. Gurauan mimpi.

Dingin di tengkuk, panas di dada.
Semua seakan pecah di kepala..
Sebentar lagi. SEBENTAR LAGI.
Sabarlah!

KAISAR akan MATI. Kekelaman pergi.
Tapi DARAH sudah terlanjur mengalir.
Semua jiwa bangsa jadi SAMPAH...
Daur ulang, butuh setengah abad lagi.

(Tapi aku berpisah kini.
Dari deru hingar bingar di sekeliling...)

Sebentar lagi, ya, SEBENTAR LAGI...

*Ditulis ketika mengawas ujian Magister Akuntantsi di FEUI Salemba, malam hari, bersama Ihut Murni dan Mutiara Febriana, 27 April 1998, sebulan sebelum jatuhnya SOEHARTO...

Dipublikasikan SEKARANG, karena mencoba mengingatkan diri sendiri, mengapa dulu SOEHARTO dijatuhkan....
Apakah perjuangan itu sudah terhenti?
Haruskah menunggu setengah abad lagi?

Tuesday, October 27, 2009

TOTAL FREEDOM*

Recently, bit by bit, Nature has carried me through an experience that slowly build my total freedom. What do I mean by freedom? Being independent from emotional attachments to be loved, accepted, and understood by others...even from the dearest ones...

It has been a difficult process; I was struggling sometime. But when it's over I feel more and more content of myself.

This process reminds me about one of the most beautiful quotations I have ever read...

Mother Teresa: "Do It Anyway"

The version found written on the wall in Mother Teresa's home for children in Calcutta:

People are often unreasonable, irrational, and self-centered. Forgive them anyway.

If you are kind, people may accuse you of selfish, ulterior motives. Be kind anyway.

If you are successful, you will win some unfaithful friends and some genuine enemies. Succeed anyway.

If you are honest and sincere people may deceive you. Be honest and sincere anyway.

What you spend years creating, others could destroy overnight. Create anyway.

If you find serenity and happiness, some may be jealous. Be happy anyway.

The good you do today, will often be forgotten. Do good anyway.

Give the best you have, and it will never be enough. Give your best anyway.

In the final analysis, it is between you and God. It was never between you and them anyway.

-this version is credited to Mother Teresa

You may wonder, what has it got to do with total freedom?
If one day, you are really able to 'do it anywa'y', to believe in yourself, without fears of negative things that other people may think or say or do to you, then you are a totally free person...

Monday, October 26, 2009

Seorang Asing...

Kekasihku, dirimu terlahir warga Yudea, diceritakan pengikutmu, dibumbui oleh Yunani, dibakukan oleh Roma, diprotes di Wittenberg, direformasi di Jenewa, disebarkan dari Wuppertal. Wajahmu sekarang adalah seorang bermata biru kecoklatan berhidung lurus sekaligus bengkok berambut pirang kehitaman; pemuda berjiwa tua. Mengapa pria Yahudi anak tukang kayu itu dipuja, tetapi tetap tidak dikenali?

~26 Oktober 2010~

Thursday, October 22, 2009

One Simple Truth - Suatu Kebenaran Yang Sederhana

Aku menemukan suatu kebenaran yang sederhana:

Orang-orang tidak bahagia karena mereka tidak memperlakukan diri mereka sebagai manusia. Mereka hidup seperti mesin, dan dengan cara demikian mereka mengkhianati keberadaan atau hakekat mereka yang sebenarnya atau yang sejati....

--------------------------

I have discovered one simple truth:

People are not happy because they do not treat themselves as human beings. They live as machines; and in that way they betray their very existence...'

Cikarang, 22 October 2009, 22:00 WIB

Terusan Puisi Hujan (Hujan II)

Kau ingatkah hujan itu?


Tak peduli kencangnya badai


Tak hiraukan derasnya air


Aku beranikan untuk melangkah dengan kaki kecilku



Kau ingatkah hujan itu?


Walau hatiku gundah cemas


Kutinggalkan tempatku bernaung


Dengan kekuatanku yang tak seberapa kupanjat tembok itu



Ketika aku sampai di seberang


Aku pun tercengang


Kulihat bentangan luas bukit terindah yang pernah ada


Ratusan warna-warni bunga bermekaran


Daun-daun hijau di pohon rimbun


Dan danau kecil jernih tempat minum para hewan



Aku pun melangkah dengan ringan


Menikmati semua yang ada


Dan waktu pun menjawab doa


Dan memberikan arti cinta:


Sebuah kenyataan


Yang dapat kuhirup, kuteguk


Kusentuh dan kupeluk


Dan kunamai


"KEBEBASAN"



"Love will set you free. TRUE LOVE did."


(Groningen, 22 September 2002, 17.00)





--
'I've discovered one simple truth: People are not happy because they do not treat themselves as human beings. They live as machines; and in that way they betray their very existence...'---Elda Luciana Pardede

Monday, October 19, 2009

BIG BOYS DON"T CRY?

It was a statement from a friend's status in Facebook.
And of course, it tickled me to respond immediately..
I said this to him (with additional comments in brackets):
(Why not?) (For) boys with big hearts and souls--(I believe) we call them MEN--(should) dare to cry when they feel like crying.
'Coz (when they are really mature) they are not disturbed or worried anymore by what others (say and) think about them.
(In other words:) Their actions are not CONTROLLED by others...
So if you feel like it, just cry, Brother...
It doesn't make you less man, on the contrary, it makes you more human...:-)

Tuesday, October 13, 2009

I WILL DRINK YOUR CUP OF POISON...

THE JESUS YOU MAY NEVER KNOW
(From Jesus Christ Superstar Movie)

The depiction of Jesus Christ in this movie is humanly awesome. For some time I was always disappointed with Jesus movies. The makers of those movies made Jesus as a distant, boring, serious & like-to-give-advice old man. He was ONLY 33 years old when he died, one year ahead from my age now!! And at this age I definitely feel so playful, cheerful & so young in heart! How could have been Jesus so close to children if he was boring & not playful? How could have he be attractive to 'Sinners' if he did not like to make jokes?

Then I met this 'Jesus', played by Ted Neely, based on a Rock Opera composed by Andrew Lloyd Webber (the one who composed The Phantom of the Opera) & lyrics written by Tim Rice. This movie CHANGED my life forever!This scene is a song from the famous 'struggle' in Gethsemane, when Jesus confronted his certain fate of death at the cross. The title of this post is a quote from a part of this song:

God thy will is hard, But you hold every card
I WILL DRINK YOUR CUP OF POISON
Nail me to your cross and break me
Bleed me, beat me, kill me, take me now
Before I change my mind...




I only want to say,
If there is a way,
Take this cup away from me
For I don't want to taste its poison.
Feel it burn me,
I have changed.
I'm not as sure, as when we started.
Then, I was inspired.
Now, I'm sad and tired.
Listen, surely I've exceeded expectations,
Tried for three years, seems like thirty.
Could you ask as much from any other man?
But if I die,
See the saga through and do the things you ask of me,
Let them hate me, hit me, hurt me, nail me to their tree.
I'd want to know, I'd want to know, My God,
I'd want to know, I'd want to know, My God,
Want to see, I'd want to see, My God,
Want to see, I'd want to see, My God,
Why I should die.
Would I be more noticed than I ever was before?
Would the things I've said and done matter any more?
I'd have to know, I'd have to know, my Lord,
Have to know, I'd have to know, my Lord,
Have to see, I'd have to see, my Lord,
Have to see, I'd have to see, my Lord,
If I die what will be my reward?
If I die what will be my reward?
Have to know, I'd have to know, my Lord,
I'd have to know, I'd have to know, my Lord,
Why should I die? Oh why should I die?
Can you show me now that I would not be killed in vain?
Show me just a little of your omnipresent brain.
Show me there's a reason for your wanting me to die.
You're far to keen and where and how, but not so hot on why.
Alright, I'll die!
Just watch me die!
See how I die!
Then I was inspired.
Now, I'm sad and tired.
After all, I've tried for three years, seems like ninety.
Why then am I scared to finish what I started,
What you started - I didn't start it.
God, thy will is hard,
But you hold every card.
I will drink your cup of poison.
Nail me to your cross and break me,
Bleed me, beat me,
Kill me.
Take me, now!
Before I change my mind.

*Music by Andrew Lloyd Webber, Lyrics by Tim Rice

Sunday, October 11, 2009

AKU MENGGUGAT CINTA*

Aku gugat kamu, Cinta!
Kamu bikin aku ngelamun
Nggak bisa tidur malam-malam
Dan nggak enak makan

Aku menuntut si Cinta
Yang entah kenapa
Bikin aku senyum sendiri kayak orang gila
Dan membuat mimpiku berbunga-bunga
(Yang berdaun ijo dan entar lagi jadi buah)

Dan si Cinta itu
Memenuhi kepalaku dengan syair cengeng
Kata-kata omong kosong
Dan ide-ide tolol……
Nggak bisa konsentrasi belajar, Bung!

Semoga kamu disidang
Dan divonis sepuluh hari sembilan bulan
(Catatan: tidak ada asosiasi dengan jangka waktu keluarnya hasil persetubuhan)
Paling nggak sampai aku selesai sekrepsi!!


Depok, 7 Juli 2000

Saturday, October 10, 2009

KUTUKAN BUMI

Hancurkan saja, babat habis semua
Matikan nyanyian burung dan tawa satwa liar
Renggut tarian monyet yang bergelantungan
Lukai hati pepohonan dan tebanglah sembarangan

Tebas saja, rampas semuanya
Gemericik air terjun dan kedamaian alam
Gesekan dedaunan dan suara hewan malam

Bunuh saja, bunuh semua
Lalu isi perutmu yang buncit itu
Dengan nasi (atau
steak?) hasil perusakan
Dan isi kantungmu yang lebar itu
Dengan uang hasil penjarahan

Setelah itu, mampuslah
Mampuslah tertimbun emas dari hutan
Sengsaralah,
Menderitalah di bawah isak tangis erosi dan banjir jika hujan
Dan tertawalah, para Setan,
Tertawalah kau Nyonya dan Tuan,
Karena akhir akan segera datang......


Depok, 27 Mei 1999

Wednesday, October 7, 2009

MENTAL PENJAJAH*

Engkau memiliki mental penjajah:

Ketika engkau bertemu orang yang tidak bersekolah,
Engkau merasa lebih tahu

Ketika engkau mengunjungi tempat tinggal kumuh,
Engkau merasa lebih berkelas

Ketika engkau bercengkerama dengan penduduk desa
Engkau menganggap mereka kampungan

Ketika engkau melihat rumah panggung
Engkau menganggap penghuninya terbelakang

Ketika engkau memandang kulit yang lebih gelap
Engkau menganggap kulit putih lebih indah...

Maka engkau akan kehilangan kekayaan jiwa, karena...

Engkau buta...
Untuk melihat keragaman warna
Engkau tuli...
Untuk mendengar kebijakan dalam kesederhanaan
Engkau bisu...
Untuk menyanyikan kidung kemanusiaan
Batinmu tertutup...
Untuk meraup kekayaan hati

Kalau engkau menentang segala bentuk penjajahan..
Bercerminlah terlebih dahulu....

Apakah sikapmu seperti seorang penjajah?

Cikarang, 07 Oktober 2009, 14:53 wib

*Selagi membaca ‘Saving, Wealth, and Population’, oleh Lee, Mason, dan Miller (di dalam Birdsall et al, 2000), ketika berulang kali tersendat-sendat karena melihat sudah banyak nilai yang bergeser dari ‘kemanusiaan’ di dalam ‘sistem’ ilmiah yang diterima secara global…

Sungguh sebuah tragedi!!

‘Educating the mind without educating the heart is no education at all’
Mendidik kepala tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali…

(Ini Sokrates yang bilang, bukan saya…! :-P Tapi saya sepakat..hehehe...)

Wednesday, September 30, 2009

Dorongan alamiah untuk diperhatikan?

Sabtu kemarin, aku menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dengan seorang Sobat baik. Aku berseloroh bahwa sekarang ini pakaian perempuan jarang yang 'di tengah-tengah', kalau tidak pendek di atas lutut ya panjang sampai ke mata kaki..:-P.

Tanggapan Sobatku, kira-kira begini, perempuan kan punya dorongan alamiah untuk diperhatikan.
Kata-kata ini membuatku merenung, dan aku menemukan sesuatu:

Perempuan berdandan dan berpakaian seindah mungkin bukan karena ingin diperhatikan, tetapi karena kerinduan terdalam ingin dicintai.

Tetapi banyak perempuan salah dididik bahwa keindahan fisik adalah jaminan rasa cinta. Lalu kalau kecantikan mereka pudar, cinta pun pudar? Bukankah kepercayaan semacam ini membuat para perempuan akan merasa was-was dan tidak pernah bahagia seumur hidup mereka? Mengapa tidak belajar mencintai dirimu apa adanya, wahai Para Perempuan?

Yang aku pelajari dari hidup ini, adalah cinta laki-laki TIDAK PERNAH dijamin oleh kondisi keindahan fisik. Hal itu bisa menjadi daya tarik awal, aku tidak menyangkalnya sama sekali. Tetapi, ketika hati dan hati bertaut, bukankah itu yang abadi?

*Untuk M.S.

Friday, September 25, 2009

PERTARUNGAN TERBESAR ABAD INI....

Babak Pertama:

John, Paul, George dan Ringo VS Poltak, Lambok, Tigor, dan Luhut

Hasil akhir: 1-2

Catatan pertandingan:
John, Paul, George, dan Ringo memainkan lagu Please, Please Me. Semua penonton bertepuk tangan dengan meriah.
Poltak, Lambok, Tigor, dan Luhut memainkan lagu Sing Sing So. Semua bertepuk tangan, dan BERDIRI!! Minta encore (lagu diulangi!)...
Maka mereka pun memutuskan langsung menyanyikan lagu kedua, Lisoi. Ternyata bahkan dewan juri pun ikut heboh menepuki. Diputuskan angka terakhir untuk Poltak, Lambok, Tigor, dan Luhut.


Babak Perempat Final:

Poltak, Lambok, Tigor, dan Luhut VS Joko, Bambang, Gatot, dan Bowo

Hasil akhir: 3-2

Catatan pertandingan:
Kelompok Poltak memainkan gondang, kelompok Joko memainkan gending. Sebenarnya kemampuan mereka berimbang, tetapi ternyata di kemudian hari ditemukan bahwa Kelompok Batak mengancam salah satu juri bahwa anjing peliharaan kesayangannya akan diculik dan dipotong untuk dijadikan sangsang (makanan khas Batak). Maka Sang Juri ini pun mengurangi nilai untuk kelompok Jawa untuk memenangkan Kelompok Poltak.


Babak Semi Final:

Pascal, Newton, Einstein, Hawkings VS Poltak, Lambok, Tigor, dan Luhut

Kelompok Poltak menang WO (Walk Out).

Catatan pertandingan:
Sebenarnya diduga bahwa Kelompok Poltak tidak akan menang dalam pertandingan ini. Tetapi pada hari-H anggota kelompok Pascal yang lain tidak muncul kecuali Pascal sendiri. Newton memutuskan untuk mengamati apel jatuh. Einstein menganggap hasil penilaian juri tergantung posisi relatif juri, jadi tidak ada yang mutlak menang atau kalah. Maka buatnya percuma saja bertanding. Sedangkan ternyata di kemudian hari baru diketahui bahwa Hawkings terjebak di dalam Lubang Hitam.


Babak Final:

Leonardo, Michael Angelo, Rafael, dan Donatello VS Poltak, Lambok, Tigor, dan Luhut


Hasil akhir lihat di bawah...



Terus....



Lagi...



Lanjut....



Masih...



Sabar ya....



Ini dia!

Kelompok Leonardo menang mutlak karena Kelompok Poltak tidak bisa menang melawan Kura-kura Ninja!! Haikkk!!

Thursday, September 24, 2009

Bono seperti dikutip oleh Kompas*

*27 September 2008

"Suatu yang sangat LUAR BIASA bagi saya bahwa

kalian bisa dapatkan 700 MILIAR DOLLAR AS untuk menyelamatkan Wall Street,

sementara SELURUH G-8 tidak dapat mengumpulkan 25 MILIAR DOLLAR AS

guna menyelamatkan 25.000 anak-anak yang MATI SETIAP HARI karena tidak

mendapat perawatan dari PENYAKIT dan KELAPARAN..."

Nilai uang > Nilai nyawa manusia.....?

Yang punya uang suaranya lebih didengar.

Tidak ada yang baru, Bono...
Tidak ada yang baru...

Wednesday, September 23, 2009

Forgive...forgive...forgive...

Everyweek, everywhere, the followers of Christian faith say:

"And forgive us our trespasses, as we forgive those who trespass against us."

or in the modern translation:

"Forgive us our sins,as we forgive those who sin against us."

EVERY WEEK for the whole year...and even REPEATED in other meetings and in songs..

Forgive your enemies, Christ said.
And many of us cannot even forgive our closest friends and families who may have hurt us...

Stop for a moment, take a deep breath, think!!

Don't just say that prayer if you don't mean it!

Forgive your brother and sister, even if they have hurt you. Forgive your parents, even if they have treated you badly. Forgive your employers, forgive your friends, forgive the people who consider you an enemy....

FORGIVE....Forgive...forgive....
If only every follower of Christian faith in the world means it....


*After experiencing 'A.D'

ZINEDINE ZIDANE

For me, until today, since the Euro 1996 and the World Cup 1998 , there is NO football player better than Zidane...

I saw him dancing on the grass,
Painting with his movement
On the football field,
And proclaiming with his feet
That football is indeed,
A work of ART...

From my FB on 22 September 2009, 18:02

Saturday, September 19, 2009

WAHAI HAMBAKU*

Wahai hamba-Ku
Aku di sini
Aku dekat, tidak jauh
Aku ada di dalam hatimu…

Panggillah aku
Di dalam jiwamu

Biarlah puasamu
Telah mengasah mata hatimu
Agar dapat menikmati keindahan-Ku

Biarlah ibadahmu
Yang kaujalani
Menjadi ungkapan cintamu kepada-Ku

Jadikanlah aku Kekasihmu
Yang selalu memenuhi relung-relung jiwamu
Setiap waktu
Dari masa kini
Hingga saat yang abadi...

Cikarang, 19 September 2009, 15:15 wib
*Terinspirasi oleh Ustadz Abu Sangkan, narasumber acara Indahnya Sholat yang dibawakan oleh Shannaz Haque yang ditayangkan oleh Metro TV selama bulan Ramadhan jam 17.00 wib.
---------------------

Selamat Idul Fitri ya teman-teman!
Semoga membawa kedamaian di dalam hati...
AMIN

Di dalam cinta,

Tuesday, September 15, 2009

Maukah kau berjalan bersamaku?

Maukah kau berjalan bersamaku?
Ya, kau ada dalam genggaman tanganku
Tapi, maukah kau berjalan bersamaku?
Waktu demi waktu kau meronta-ronta
Mencoba menyeruak untuk memandang jauh
Hal-hal yang kau putuskan untuk kautinggalkan

Puncak itu, yang telah kau capai
Dengan mendaki, setapak-demi setapak
Dengan aku di sisimu

Tebing itu, yang telah kaulalui
Dengan menjatuhkan dirimu ke dalam tanganku

Maukah kau berjalan bersamaku?
Lupakan semua di belakangmu?

Hanya: pandanglah wajahku
Mataku yang selalu lembut memandangmu
Penuh cinta dan kasih sayang
Setiap senyumanku
Adalah untuk suaramu yang memanggil namaku
Adalah untuk pelukan eratmu bersandar padaku

Hanya: tataplah cahayaku
Yang menyinari kalbumu setiap saat
Dan memberimu kebahagiaan

Setiap langkahmu pun akan ringan
Dan sejengkal pun dari jalanmu
Takkan luput dari sukacita
Yang kuberikan

Maukah kau berjalan bersamaku?
Hatiku yang sakit karena rindu
Akan bersenandung bahagia
Jiwaku yang pedih karena cinta
Takkan lagi menderita

Genggamlah tanganku
Jangan pernah kaulepaskan
Maukah kau berjalan bersamaku?

Groningen, 28 Maret 2003-23.11

TUHAN DIBUNUH DI SAMPIT

Tuhan dibunuh di Sampit
Kepala-Nya menggelinding lepas dari tubuh-Nya
Darah-Nya yang mengalir ke tanah
Berteriak-teriak sampai ke ujung langit*
Tangan-Nya terkulai
Badan-Nya rebah terbaring pasrah

Tuhan dibantai di Sampit
Dada-Nya memar tak terperikan
Kaki-Nya patah kena tendangan
Lambung-Nya tertusuk benda tajam
Leher-Nya bengkok dipatahkan

Tuhan menangis di Sampit
Air mata-Nya meleleh dan ingus-Nya keluar berleleran
Tangan-Nya menggapai mencari kehangatan Sang Ibu
Pandangan-Nya nanar mengarungi jejak Si Ayah
Ayah………Ibu……….di mana?
Siapa yang akan menjaga-Nya?
Siapa yang mau merawat-Nya?

Tuhan tertindas di Sampit
Hak-Nya dirampas
Milik-Nya diambil
Gerak-Nya dirantai
Nama-Nya dihina
Hidup-Nya dicengkeram
Kehormatan-Nya direnggut

TUHAN:
ditindas, disakiti, dibantai, dan dibunuh di Sampit
Semesta alam meratapi-Nya
Awan kelabu merebak di langit berduka cita
Matahari bersembunyi tak sanggup melihat-Nya
Serafim dan Kerubim** menutupi wajah mereka

Karena:
Tuhan ditindas, disakiti, dibantai, dan dibunuh
Terus-menerus, selama ribuan tahun
Oleh manusia:
Makhluk berkaki dua,
CIPTAAN-NYA?

*Dari cerita mengenai darah Habel yang berteriak kepada Tuhan setelah dibunuh oleh kakaknya, Kain di dalam Alkitab (kitab suci umat Kristen).
**Serafim dan Kerubim adalah makhluk surgawi yang bersayap yang disebutkan dalam Alkitab.

Jakarta, 07 Maret 2001-10.37 bbwi

UJIAN AKHIR SEMESTER PAU EKONOMI S2 & S3

Duduk di hadapan belasan pasang mata
Wajah-wajah mengernyit
Mengerjakan soal-soal tanpa berkata

Aku merenung dan berpikir
Untuk apa ini semua

Buang uang, pikiran, tenaga
Mengejar selembar kertas
Dan legitimasi (atas kemampuan otak!) dari masyarakat semata

Cuma untuk 3 huruf tambahan di belakang nama
Entah kelak bisa berguna

Kalau nanti akhir hidup mereka
Apakah M.Sc. dan Ph.D. dibawa?


NB: Banyak orang pintar tapi sedikit orang bijaksana,
Banyak S2&S3, tapi sedikit hal baik yang terlaksana.....

Depok, 22 Juni 2K-13.40 bbwi

Monday, September 14, 2009

My brother...*

-- My brother, it is my brother
who is falling asleep on
my broken body and brain
crushed by runaway train
in a falling rain –

“Untuk perempuan korban kekerasan (seksual) laki-laki….”

Depok, 17 April 2001-22.30bbwi

*For the female victim of sexual violence!

SEBUAH RENCANA

Sebuah rencana
Untuk menundukkan bumi
Agar rangka mempunyai harmoni

Sebuah rencana
Untuk merajai alam
Agar bangkai berpikir dan berperasaan

Sebuah rencana
Untuk menguasai dunia
Agar mayat hidup sebagai manusia

“Untuk manusia yang sudah lama mati………”

Depok, 17 April 2001-22.35bbwi

BERDOA

Kirimlah aku
Ke tengah-tengah padang pasir
Di antara kekeringan
Dan tebing-tebing batu
Biarkanlah aku merasakan terik matahari
Berdiri di pinggir jurang
Merasakan kehausan
Saat itu terjadi,
Maukah engkau berbicara kepadaku?

Aku selalu mengira engkau datang
Saat aku diliputi bahagia
Saat aku berada dalam sukacita
Aku selalu yakin engkau berbicara
Melalui daun-daun hijau
Dan bunga-bunga indah bermekaran
Mengapa pula aku menganggap
Engkau tidak berbicara dalam kegersangan?
Maka dari itu, sekarang ini,
Maukah engkau berbicara kepadaku?

Bicaralah kepadaku,
Sehingga aku jadi tahu
Dan mengerti
Kaupun berbicara dalam gundahku
Berbisik dalam kegelisahanku
Merasakan segenap kepedihanku
Terus-terus menegur dalam kebimbanganku
Maukah engkau bicara kepadaku?

Jangan pergi, jawablah aku
Aku tak punya siapa-siapa
Yang pernah menyelam ke kedalaman batinku
Yang mampu menyentuh ujung akalku
Yang sanggup 24 jam bersamaku
Karena kalau bukan kau
Siapa lagi yang berbicara kepadaku?
Bicaralah kepadaku……….

Depok, 18 Mei 2001-00.22bbwi

SELAPUT DARA*

*Ditulis sebagai reaksi atas diskusi di mailing list Generasi Batak

Apakah cintamu setipis selaput dara?
Jika dia robek, maka cintamu pergi?
Apakah cintamu setipis selaput dara?
Jika dia tak ada, maka bagimu, jiwaku pun tak berarti?
Apakah cintamu setipis selaput dara?
Atau...taukah kau apa itu cinta?

Groningen, 19 Desember 2003, 19:30

Sebelum napas mereka berakhir...

*Ditulis buat Betty Tobing dan pada saat yang bersamaan, para korban Tsunami 2004

Orang-orang datang dan pergi dalam hidupmu. Keluarga, teman, bahkan orang-orang yang membencimu. Kadangkala kau bahkan tidak sadar akan keberadaan mereka.

Dan suatu saat ketika kau jauh dari mereka, matamu terbuka.
Dan kau mulai bersyukur bahwa kau memiliki mereka,
Dan merasa diberkati akan cinta mereka, bahkan kebencian dari mereka.
Di titik tertentu pun engkau sadar, bahwa ada orang-orang yang kau kenal, yang kau bahkan tak begitu ingat, mereka berlalu.

Bahagialah engkau, ketika engkau tahu, pada saat terakhir engkau melihat mereka, pada waktu terakhir engkau bertemu dan berbicara kepada mereka, engkau memberikan cinta.

Dan kau bayangkan di kepalamu, ketika mereka harus pergi untuk selama-lamanya, engkau puas: karena engkau telah memberikan hadiah yang terindah buat mereka: dirimu...dan hatimu....cintamu...

Dan mungkin jika mereka tersenyum sebelum napas mereka berakhir, itu adalah karena dirimu....

Groningen, 5 Januari 2005, 23:45

MENANGIS?

Menangis? Aku sudah berhenti menangis, ketika segalanya sudah berlalu. Aku tidak mampu bahkan untuk meneteskan air mata karena semua kepahitan yang aku rasakan. Kalau ya, air mata bisa mengurangi sedikit saja rasa getir itu, aku mau menangis terus-menerus. Tapi aku tidak bisa. Tidak pada tempatnya.

Menangis? Aku mau saja menangis, tapi tak ada gunanya. Apa yang kualami seperti tidak memberi izin keluarnya air mata. Segalanya merupakan kesesakan yang ingin segera kulupakan, seakan-akan saat itu terjadi, dia segera berlalu dari hadapanku. Dan aku pun tak bisa menangis. Bukan saatnya.

Menangis? Aku tak mampu menangis, karena seluruh dunia tampak begitu ceria. Maka aku memilih untuk tersenyum, dan aku membuang segala hal yang menimbulkan duka di benakku. Semua itu menciptakan suatu spontanitas yang berlangsung sejak lama, aku jadi tak mampu menangis. Sehingga aku tak bisa menangis. Ini bukan kondisinya.

Menangis? Aku ingin saja menangis, jika memang ada yang mendengar aku menangis. Tapi semua orang tampak tak rela aku menangis, semua pihak tak menerima keluarnya air mataku. Semua itu membuat tangisanku beku, yang tanpa sadar telah kumasukkan dalam lemari pendingin yang tak bisa dibuka. Maka aku tak bisa menangis. Tak ada yang mampu mendengarnya.………….Tak ada?

Depok, 28 Februari 2002-21.50bbwi

Dedicated to my “Daughter”, N.

DI UJUNG JALAN ITU*

*Tulisan ini pernah diterbitkan di Mading BO Economica dan di Warta Demografi, majalah dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Mengapa manusia lahir—Seperti suratan takdir?
Berkembang—Tumbuh di antara alang-alang
Berjuang—Hidup di tengah perang
Dewasa—Besar dan merekah
Mati—Layu dan terkulai?

Menapakkan kaki—dari satu gerbang ke gerbang lain,
Seperti: Merah Putih, Biru Putih, Abu-abu Putih, berbagai macam Putih,
sampai Kain Kafan Putih

Seperti kau: di Gerbang FEUI
Fess Warren dan Kieso? Atau
Lipsey dan Pyndick?

Atau setelah kaupakai togamu
Kau terbang pergi: ke Gerbang George Washington University
Mengikuti kuliah undergraduate, mengejar ketertingggalanmu
Sampai saat ketika kausandang Gelar Tertinggi Kaum Akademisi?

Dan aku mengenalmu
Di kelas persegi empat
Memberi kuliah dengan tegas, lugas, dan cermat
Dan ketika pulang dari luar negeri, kaubagikan kami coklat,
Aku ingat,
Walaupun aku tak dapat…..

Dan waktu itu,
Memasuki Gerbang Dharmais dan Rumah Sakit Aini
Mata tak bisa kaugunakan lagi
Tubuh tak berfungsi normal lagi
Pikiranmu tak menghasilkan karya lagi
Nam et ipsa scientia potestas est*: suatu ironi
Segala pengetahuan yang kaukumpulkan tak memiliki kekuatan lagi

Sampai pada Sabtu,
Ketika kau terbujur kaku
Di dalam keranda bulat itu
Meninggalkan aku,
Kami, mereka, dan Makara Abu-abu
Merenung termangu
Di Ujung Jalan itu…..


“Untuk mengenang wafatnya Dr. M. Djuhari Wirakartakusumah,
Hari Sabtu, 25 November 2000, dalam usia 49 tahun……”

*Knowledge is the power

GOOOL!!!

Bola menggelinding
22 pasang kaki di lapangan hijau
Berdiri, berlari, dengan lincah menari

Si baju hitam sangar ikut terlihat
Mengawasi dengan ketat
Melekat

Ribuan pasang mata,
Ribuan kepala
Berteriak, memaki, dan bercanda

Mengharap pada benda bulat
Dan keterampilan
Dan kecekatan
Dan sikap nekat

Dan ketika masuk ke gawang
Semua tercekat
Suara pun membahana : “Goool !!!!

14 Mei 2000
Untuk memperingati diraihnya scudetto oleh Lazio

IMAGINE..........*

*Memperingati 19 tahun kematian John Lennon
8 Desember 1980-1999

Imagine there’s no heaven, it ‘s easy if you try


Jika surga adalah suatu tempat, di mana segala kebutuhan fisik terpenuhi : tidak perlu bekerja, makanan melimpah, sungai bening mengalir, pakaian indah-indah, barang-barang mewah, maka konglomerat dan Michael Jackson bisa membeli surga. Dan jika untuk masuk ke surga, kita harus menyuap Tuhan dengan perbuatan baik kita, dengan menyembah-nyembah-Nya supaya diterima, apa bedanya Dia dengan pejabat yang butuh dijilat agar naik pangkat?


No hell below us, above us only sky

Jika neraka adalah kondisi jiwa yang tersiksa, penindasan, ketidaktenteraman, sakit dan penderitaan, bukankah sekarang neraka sudah ada di dunia?

Imagine all the people, livin’ for today


Kalau begitu, cobalah wujudkan surga sekarang, hari ini, bukan nanti jika kita sudah mati. Mulailah dengan mengasihi sesama, menghentikan pertumpahan darah, mengendalikan hawa nafsu ingin menguasai dan menyakiti, menghapuskan iri hati, kebencian dan dendam.

Imagine there’s no countries, it isn’t hard to do


Batas negara, batas antar bangsa, suku, dan agama, adalah batasan yang dibuat manusia, yang menghalanginya untuk menghargai orang lain sederajat dan semartabat dirinya.

Nothing to kill or die for, and no religion too


Membunuh, menumpahkan darah manusia ciptaan Tuhan, adalah salah, dengan alasan apa pun... Setiap manusia sebenarnya dapat menyelesaikan pertikaian tanpa perang, jika ia mau...Jika agama itu ada untuk kebaikan manusia, mengapa manusia beragama tidak semua baik, malah cenderung munafik dan fanatik....Dan seperti kata seorang sahabat, jika Tuhan menghadapkan pilihan kepada saya, agama, atau nyawa sesama, saya pilih nyawa sesama...

Imagine all the people, livin’ life in peace


Jika semua manusia memiliki damai di hatinya, apa lagi yang kita butuhkan?

Imagine no possession, I wonder if you can


Mengaku mengenal Tuhan, mengaku percaya kepada-Nya, berarti mengaku bahwa semua dunia ini adalah milik-Nya...Apa sebenarnya hak kita?

No need for greed nor hunger, a brotherhood of man


Apakah perlu tamak, terus-menerus ingin menumpuk kekayaan dengan merusak manusia dan alam sekitarnya, tanpa tahu untuk apa, sementara manusia di sekeliling kita kelaparan? Hewan membunuh untuk mempertahankan kehidupannya, tetapi manusia membunuh demi uang, kekuasaan, dan sex.....Jika semua orang hidup dengan semangat persaudaraan, dan sukarela menolong sesama, apalagi yang perlu dicari?

Imagine all the people, sharing all the world


Betapa indahnya berbagi, caranya hanya dengan mencoba memandang sesama dengan mata terbuka, mendengar suara dengan telinga yang peka, dan merasakan dengan hati ....Kita tidak hidup sendiri di dunia ini, ada manusia, ada hewan, ada tumbuhan, ada air, ada sinar matahari, cobalah berbagi tempat dengan mereka semua...Bukankah itu seperti surga?

You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one
I hope someday you’ll join us, and the world will live as one......

Sunday, September 13, 2009

JATUH

Jatuh itu sakit. Kalau kita jatuh dari bus kota, yang sakit bukan hanya kaki, lutut, atau tangan, tapi juga perasaan inheren dalam diri manusia yang namanya malu. Hal itu tidak terlalu terasa kalau kebetulan penghuni bus hanya Pak Kondektur yang suka masam kalau penumpangnya mengaku mahasiswa dan Pak Supir yang suka ngebut mengejar setoran. Tapi kalau penumpang bus penuh? Minta ampun, apalagi kalau di antaranya ada perempuan yang tersenyum manis yang kebetulan kita incar, itu kalau si “kita” ini laki-laki. Kalau perempuan? Lebih malu lagi karena sepertinya perempuan lebih sensitif terhadap “kemaluan” (sesuatu yang memalukan-Red.), apalagi kalau rok sampai tersingkap, atau kalau si “penjatuh” (yang mengalami terjatuh-Red.) sedang memakai rok pendek.

Lain lagi kalau kita jatuh dari kursi (pasti kalian mengira pernyataan ini bernuansa politis). Ini bisa terjadi kalau kebetulan lampu ruangan mati dan kita tidak punya tangga untuk naik memperbaiki lampu tersebut. Yang terjadi biasanya kita kehilangan keseimbangan, lalu “Gedebuk!” jatuh ke bawah, dan kursi pun terbalik. Tak perlu membayangkan yang seram-seram seperti si penjatuh mengalami luka parah di kepala, pingsan, dan harus masuk rumah sakit. Yang jelas benjol saja pun sakit. Apalagi kalau tangan ikut terkilir. Yang menyedihkan dalam peristiwa ini bisa terjadi kalau si kursi itu rusak, patah, dan tidak ada anggaran untuk membeli yang baru. Kalau kursi cuma satu, terpaksa kita duduk di lantai untuk beberapa lama, tetapi tampaknya hal ini jarang terjadi, semiskin-miskinnya penduduk Indonesia yang punya kursi (penulis sudah memverifikasi bahwa ia tidak bermaksud menyinggung taraf hidup masyarakat Indonesia yang menurut penulis merupakan tema sensitif yang kalau diungkapkan bisa dituduh mempolitisir fakta-Red.).

Bagaimana kalau ke-jatuh-an durian? Sejak dulu tampak terjadi kebingungan, dan mungkin hal ini juga terasa di antara kita. Ini berkaitan dengan ungkapan “seperti mendapat durian runtuh” yang dikaitkan dengan keberuntungan. Tidak pernah ada keterangan secara eksplisit di mana posisi orang yang mendapat durian runtuh itu. Kalau di bawah pohon durian, yang jelas bisa terjadi luka-luka, karena semua orang tahu (tak perlu dijelaskan bahwa ini mengacu pada “semua orang yang tahu durian”) durian itu buah yang berduri tajam, membukanya pun harus hati-hati. Lagipula tidak semua orang menyukai durian. Jadi apa untungnya mendapat durian runtuh? Karena itu hal ini tetap tidak signifikan untuk membuktikan bahwa hipotesa awal, “jatuh itu sakit,” ditolak.
Tetapi sebenarnya ada satu jenis jatuh yang jika begitu besar pengaruhnya dalam data, sehingga jika dimasukkan ke dalam persamaan regresi bisa mengubah garis tren (anggaplah kalian semua sudah lulus Statistika 2) dan jika diuji kemungkinan bisa memunculkan hasil yang mengharuskan kita menolak hipotesa “jatuh itu sakit.” Hal ini dari masa ke masa menjadi topik bahasan paling menarik bahkan dibuat melodinya oleh para pencipta lagu, yaitu jatuh cinta. Salah satunya adalah lagu Titik Puspa (?) (ternyata penulis tidak begitu yakin akan hal ini-Red.) “jatuh cinta, berjuta rasanya.”

Rasanya semua orang sepakat kalau “berjuta” dalam lagu ini menggambarkan sesuatu yang menyenangkan. Menurut beberapa sumber, penjatuh cinta mengalami “hati yang berbunga-bunga, kepala penuh mimpi indah, jiwa penuh semangat, dan wajah cerah ceria.” Sebenarnya hal ini penuh diteliti lebih lanjut karena jarang orang yang jatuh cinta melaporkannya secara terperinci. Semaksimal mungkin mereka hanya memberi informasi siapa yang mereka jatuh cintai, tapi tidak pernah ada deskripsi komprehensif dari perasaan mereka. Kalau memang apa yang dialami narasumber dapat digeneralisasi, rasanya kita jadi punya masukan untuk mengubah paradigma “jatuh itu sakit”. Suruh saja semua orang jatuh cinta.

(Catatan Redaksi : Penulis memohon ide ini dimasukkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara atau paling tidak dalam Undang-undang. Mengacu pada tujuan Republik Indonesia “masyarakat adil dan makmur bla-bla-bla-bla..........” hal ini dapat dimasyarakatkan sehingga tidak perlu pinjaman atau hibah dari luar negeri untuk membuat bangsa Indonesia sejahtera. Seperti pernyataan penulis “suruh saja semua orang jatuh cinta.”)

Depok, 5 Oktober 2K (15.45 bbwi)

SURAT SAKTI

Satpam galak, aku tersenyum. Mau ketemu kepala—kataku, surat sakti di sakuku. Ini, lihat—kataku. Dia tidak mau, lalu bertanya—dari mana—tanyanya—ibu kota-kah—tanyanya. Tunggu dulu—katanya.
Silakan masuk—kata ajudan bermuka angker berkulit hitam yang tadi masam. Bapak menunggu—sekarang suaranya berubaha manis dan wajahnya meringis.

Aku melenggang—terima kasih—masuk ke ruang ber-AC dingin, seperti kantor kepala di daerah tropis panas lainnya. Silahkan, silahkan—suara berusaha keras sekali agar tampak ramah terbuka. Takut padaku? Atau surat saktiku? Orang dari pusat-kah—tanyanya berbasa basi.

Aku datang—kataku—memantau—kataku—mencari data dan informasi. Silahkan, silahkan—katanya—biar dicari data yang Anda perlukan—jawabnya. Satu kantor langsung sibuk meladeniku. Takut padaku? Atau surat saktiku?

Jika Anda sudah selesai—kata Pak Kepala tadi sambil memegang secangkir teh yang juga disuguhkan untukku—datang kemari. Laporkan yang Anda cari. Siapa dia? Pikirku. Takut padaku? Atau surat saktiku?

Muara Teweh, Kalimantan Tengah, 30072K.
16.52 wib


KALIMANTAN TENGAH *

*Catatan:

Puisi ini ditulis ketika berada di Muara Teweh, ibukota kabupaten Barito Utara,Kalimantan tengah. Suatu hal yang menyenangkan dapat berada di sisi lain bumi Indonesia, merasakan kehidupan mereka yang jauh berbeda dengan kita yang tinggal di Jakarta/Depok.Satu hal yang pasti, otonomi daerah harus dilaksanakan karena pengaruh kebijakan dan situasi di Jakarta kurang terasa.

Hidup otonomi!
------------------

PETUK BARUNAI

3 jam, Tuan, 3 jam
Angin bertiup kencang
Dan mesin kelotok berteriak tajam

3 jam, Tuan, 3 jam
Memandang air sungai coklat
Mandi di situ
Berak di situ
Minum di situ

3 jam, Tuan, 3 jam
Mereka miskin tapi kaya
Rumah kayu tapi berada
Emas di sungai, emas di pasir
Ikan di sungai, tinggal ambil
Kayu di hutan
Mencari rotan

3 jam, Tuan, 3 jam
Pohon-pohon hijau
Sendiri di tengah air
Aku merasa sunyi
Di tengah bunyi mengalir

3 jam, Tuan, 3 jam
Aku berpikir, aku menaksir
Jika aku kembali
Apakah semua masih seperti ini?

Muara Teweh, 30072K
17.30 wib


PALANGKA RAYA

Hutan berasap dibakar
Bunga-bunga tak mau mekar
Tempat ini, luas berpasir
Seperti tanah di pesisir

Muara Teweh, 30072K
17.35 wib

MUARA TEWEH

Roti tawar 5000
Beli lauk 4 orang 55000
Berobat 176000

Orang sini kaya-kaya
Rasanya tak perlu bantuan dana
Lebih baik kasih ke Jawa

Muara Teweh, 30072K
17.36 wib

MENTAL BUDAK

Mental budak itu
Dikasih hati minta jantung
Banyak uang, luntang-lantung
Kalau tak suka, langsung digantung

Mental budak itu
Tak mau diperintah tanpa uang
Baru patuh kalau dilarang
Diajak bicara malah menantang

Mental budak itu
90% rakyatku
Kapan kami maju?

Muara Teweh, 30072K
17.38 wib

HAI, KEKASIHKU

Hai, kekasihku,
Yang bersembunyi di balik rumput
Menyembul dan menyapa takut-takut

Hai, kekasihku,
Yang berdiri di atas lautan
Yang menyebar di atas permukaan

Hai, kekasihku,
Yang terbit di kala fajar
Yang bersinar-sinar
Dan meredup di kala senja
Dan bermain mata kala malam tiba

Hai, kekasihku,
Yang seputih salju berarak di langit
Dan menetes di atas bukit
Hai, kekasihku,
Ujung daun yang basah oleh hujan
Dan buah-buah ranum yang bergelantungan

Hai, kekasihku,
Hai, kekasihku,
Kekasihku….

Muara Teweh, 30072K
23.30 wib

PENINDASAN

Suatu bentuk yang tak pernah mati
Entah berwujud pemukulan kepala sampai berdarah-darah
Atau senyum manis di bibir menjatuhkan vonis di atas kertas

Seperti tangisan bayi dibuang si ayah ibu atas nama kehormatan
Dan rasa kepemilikan laki-laki terhadap istrinya, orang tua terhadap anaknya

Layaknya berondongan peluru atas nama keamanan
Dan pembacokan untuk pembalasan
Juga, pengusaha bermobil LIMA
Yang hidup di atas derita maag kronis buruh pekerja

Depok, 7 Juli 2000

PROFESORKU

Terbelalak mataku melihat kemampuanmu
Bagai melihat emas berharga yang tak berwujud di hadapanku
Seperti memandang dewa ilmu
Aku ingin menjadi dirimu
Tapi itu dulu

Entah berapa kali aku melihatmu
Dengan pongah meninggalkan mahasiswa di kelasmu
Demi menjawab panggilan dari pejabat-pejabat korup itu

Membiarkan kami terpesona akan hasil pemikiranmu
Terlena akan uraianmu
Sementara feodalisme yang kaukutuk itu
Kaupelihara di kampusku

Memaksa kami secara halus untuk percaya padamu
Tidak memiliki pilihan selain mengikuti maumu
Tidak menerima proses kreatif yang berbeda darimu
Tidak bertoleransi akan darah muda mahasiswamu
Demi, demi, demi, demi nilai A darimu

Entah apa hasil belajarmu
Di luar negeri itu
Di kampus terkenal yang katanya meluluskan putra terbaik bagi negeriku
Yang diimpi-impikan untuk dimasuki teman-temanku
Buku-buku tebal itu
Tidak memunculkan kemanusiaanmu

Contohnya presidenku
Contohnya dosenku
Contohnya d......nku (tidak dicantumkan demi kepentinganmu)

Dan kau, profesorku
Tidak lebih baik dari tukang korup itu

NB :
Banyak orang pintar, tetapi sedikit orang bijaksana.
Dan negeri ini krisis orang bijaksana.

Depok, 5 September 2000, 21.36 bbwi

Di Pojok Hatiku

Di pojok hatiku
Ada duka, ada pilu
Ada sengsara menyatu

Tak jelas apa yang kucari
Tak tahu apa yang kuimpi
Kuingin : Semuanya selesai….

Seperti detik jam berlalu
Kau pun, dari sisiku
Tanpa memberitahu

Rasa itu terbayang
Kuingin kau datang
Sukmaku pun melayang
Memohon : Tolonglah, pulang…..


Dedicated to : “Everything will turn out well…”
Happy Valentine's Day!

Depok, 7 Juli 2000

For the Dying Freedom...

*Catatan: Versi lengkap dari puisi ini dalam bahasa Indonesia bisa dilihat di sini.

Don't you pull out my wings
Don't tie up my feathers
Gripping me from flying away
Around the world
One more time
Before I fall
And die ....


Jakarta, 7 October 1999

Hari ini usiaku bertambah…

*Catatan: Puisi ini ditulis sebagai hadiah untuk Mutiara Febriana, sahabat karibku sejak di bangku kuliah...

-----------------------------

Hari ini usiaku bertambah…

Setahun ini aku sudah berkesempatan
Untuk menjalani hidupku....

Aku pun memandang ke masa lalu....
Bagaimana aku hidup setahun ini?
Lalu, aku pun bertanya-tanya...
Bagaimana aku hidup ketika usiaku lebih muda?

Kuamati kembali
Hal-hal besar yang sudah kulakukan
Kurenungkan kembali
Hal-hal sulit yang sudah kulewati
Kukenang kembali
Hal-hal indah yang sudah kunikmati

Dan kali ini
Kubiarkan dunia berputar di sekelilingku
Sedangkan aku berhenti sejenak
Untuk bersyukur
Pada hal-hal yang sederhana
Yang dulu, ketika aku masih remaja
Kuanggap biasa,
Dan kulewati tanpa sadar

Hal-hal ’biasa’ seperti ini...

Matahari yang terbit setiap hari
Yang sewaktu terbenam
Membentuk lukisan terindah yang pernah kulihat

Awan putih di langit biru
Dan awan hitam kelam yang membawa air hujan

Pohon yang tumbuh dan dedaunan yang rimbun

Bunga-bunga yang berwarna-warni

Bayi yang lahir dan menangis untuk pertama kalinya

Keluarga yang ada di sekitar

Pasangan yang saling mencintai dan saling setia

Sahabat yang mendampingi,
Suka maupun duka

Setiap wajah yang boleh kukenali dan kusapa

Wewangian yang bisa kucium
Pahit manis yang bisa kukecap
Suara yang bisa kudengar
Keindahan yang bisa kupandang
Sentuhan yang bisa kurasakan
Yang menghangatkan hatiku...

Dan untuk itu semua,
Aku berkata,
Terima kasih...

*Untuk Mutiara Febriana,
Selamat Ulang Tahun Ke-32!
(Usianya sengaja saya sebutkan…hihihihi…)

Cikarang, 16 Februari 2009, 11:35 wib

Stayed in Silence*


*Note:

This poem was written for Evert van Imhoff. He was the director of the The Netherlands Interdisciplinary Demographic Institute (NIDI). People may have thought that he was on the 'top' of the world with his position within the academic world in the Netherlands. However, he decided to take his own life in 2004....

It touched me deeply and it moved me to write this especially for him. I never knew him personally, but his story had made me reflect on life and ask this question: What is the real reason for living?
-----------------------------------------------------

Did bitterness fill your soul
When you tried to scream out loud
As you were struggling to leave this life
As you were in a deep down of dirty mud
Within a place where you could not breathe nor speak

Or you just stayed in silence
When you figured there was no reaching hands
Of anybody’s
Whom you expected was trying to grab you out of the presence
And laying you into the brigher future

Or you just stayed in silence
When in your mind stayed the question
'Was there a bright future?'
'Was there an end to your suffering,
And your suffocated life?'

And you left the question why
Which matters
Only to the ones that you left behind

Farewell, my life! you said
Farewell!

As there was never any virtue in it
As there was never any glimpse of smile in it
And at the last second of your life, I wonder
Did you ask yourself, why?

Or you just stayed in silence...



Groningen, 20 July 2004, 13:56

Thursday, September 10, 2009

TO LIVE

After a while you learn
That being broken hearted
Does not mean losing faith
In love
That kisses, presents, flowers
Holding hands and romance
Are just like music, poems and dance
Wonderful parts of living
That you can always welcome and embrace

And you also learn
That to be a (hu)man does not mean to be a hero
With a shining armour
Riding a majestic white horse
That when the storm comes
You don’t have to keep your head up
Just to show the world that you are strong
Because the real courage is shown
When you admit that you are scared
And the real strength is proven
When you are not afraid to be called a child
By the people who witness your grieves and tears

As the most courageous act of King David
Is not his fight against Goliath
But his honest and genuine scream of
“My God, my God, why have you abandoned me?”Which was chosen by the Messiah
To be spoken, to heal the wounded world

And you also learn
That the word ‘weak’ is uttered
By the people who are too afraid to face their own fears
That the word ‘loser’ is stated
By the ones who measure their lives only in failures and successes
That the word ‘defeat’ is used
By those who can only see the world as a battlefield

You learn that to grow
Is to learn to be true to your self, to God, and to others
To accept willingly and openly, bothYour tears and your laughter
Your joys and your sorrows
Your wisdom and your foolishness
Your fortitudes and your fears
Your hopes and your desperations
That they are simply just different colours
Of the same rainbow

You learn that to trust
Is to be open to the possibility of betrayal
And that to give all
Is to be ready not to receive anything back
That the word “Hosanna”
Is usually followed by the word “Crucify”

And in the end you really learn
That your heart is made of flesh and blood
Not of stone or metal
And that the only way to protect it
Is not by building a wall around
Because your heart’s true amazing power
Is only unleashed
When you let it bleed…

And then I believe,
I know, in this way
You learn, you learn, and you learn
TO LIVE….

Cikarang, 9 June 2008, 18:51

Tuesday, September 8, 2009

Jawaban dari Langit?*

*Catatan Nol-Enam-Sembilan-Nol-Sembilan

Seperti sebuah panggung
Yang diatur sedemikian rupa
Agar lakon berjalan sempurna

Sebuah acara di hari sebelumnya
Berakhir lebih lama
Menahan kepulangan

Sebuah percakapan sampai pagi buta
Membuat pengunduran rencana
Ibadah yang tertunda

Sepotong pakaian yang tak disiapkan
Dipinjam untuk dikenakan
Pada hari itu

Sebuah tempat yang didatangi beragam manusia
Sebuah lagu tentang hati yang tenang teduh
Yang membawa kenangan

Dan sesosok yang tampak tak terduga!
Duduk di sana...
Memanggil sebuah cinta...

Dan hatiku pun bertanya:
Jawaban dari langit?

Mungkin waktunya telah tiba
Mungkin...

Jawaban dari langit?

Wednesday, August 26, 2009

KESIMPULAN-Untuk Dua Enam Delapan Nol Sembilan

JIKA AKU MATI

Jika aku mati
Biarlah aku telah mengecap
Gundah gulana seorang kekasih
Pemberontakan seorang anak
Kebahagiaan seorang perempuan
Keabadian seorang filsuf

Jika aku mati
Biarlah aku sudah menemukan
Belahan-belahan akalku yang hancur berantakan
Serpihan-serpihan atmaku yang berserak acak
Bagian-bagian tubuhku yang dirampas orang
Potongan-potongan hatiku yang terhilang

Maka, kalau memang aku
Terbakar di atas bara api
Tersembelih penjagal manusia
Tenggelam digulung gelombang laut
Tersalib seperti juruselamat
Aku siap
Jika aku mati

Depok, 30 April 2001-00.45 WIB

Monday, August 24, 2009

Don’t teach your children

Don’t teach your son
That strength and might are everything
Teach him to love and to accept himself as the way he is

Don’t teach your son
To pursue honour and power
Teach him to reach for love and wisdom

Don’t tell your son to stop crying
Because you want to teach him that boys don’t cry
Teach him instead to recognize and to accept his feelings
And that tears are God’s beautiful gifts
So he may learn not to be frustrated by his emotions
And when he gets older he has learned how to live fully

Don’t teach your daughter
To focus on physical beauty
Teach her to love and to accept herself as the way she is

Don’t teach your daughter
How to please a man
Teach her how to please God

Don’t tell your daughter to stop
If she enjoys jumping, running, and climbing
If she loves to explore and to experiment with things
Don’t force her to sit sweetly quietly and calmly
Because her soul that wants to be free
And her God’s given curiousness
Will be trimmed and ruined immediately

Fill your home
With love, wisdom, and understanding
Not with wealth, physical beauty, degree, and power

Share to your sons and daughters
The beauty of the morning sun
The warmth of holding sand in your hands
The intimacy of butterfly and flowers
And the rhythm of the falling rain

If you want your children to worship God
Echo the presence of God within you
You can not push them to pray and worship
When they do not capture the meaning of prayers from you

If you want your children to love knowledge
Radiate your desire to learn to them
Your advice will not make them read
When they never witness you enjoying a book

If you want your children to love
Show them your love toward them and to others
Words only will not able to make them love
If they never feel any love from you

For your children
You are the main example
No need for many words
No need for millions of advice
If you want your children to live as you wish them to
Simply, live that way!

Cikarang, 16 Agustus 2008, 14:40 WIB
In Memoriam, J. P. († 16 Agustus 1987 at the age of 46 years)
And because of the wisdom of a mother, D. S.

--
"The thing I love most is my freedom. It makes me able to love everybody and everything, without reserve, without prejudice, without fear of being rejected, betrayed, or even killed..."
-----------------------------------------------
Luciana

Jangan didik anakmu

Catatan:

Tidak ada orang tua yang sempurna. Dan aku menulis ini bukan karena aku merasa akan menjadi orang tua yang lebih baik daripada orang tuaku maupun orang lain, jika Allah mengizinkan aku memiliki anak. Tetapi aku ingin mengenang apa yang ayah dan ibuku sudah tanamkan dalam diriku dan juga sekaligus berkaca kepada segala kekurangan mereka, dengan cara menuliskan puisi di bawah ini. Yang paling kukenang dari ayahku adalah rasa pengabdian, dan yang paling kukenang dari ibuku adalah kebijaksanaan.

Puisi di bawah ini memang berisi banyak kata jangan, padahal orang tuaku hampir tidak pernah memakai kata 'jangan', paling tidak berdasarkan pengalamanku pribadi. Tetapi ada satu 'jangan' dari ibuku yang aku dengarkan ketika aku berusia sekitar sembilan tahun dan terngiang-ngiang hingga aku dewasa. Waktu itu aku mengalami 'peer pressure', yaitu keinginan yang kuat untuk diterima oleh teman-teman sekelas karena aku baru pindah sekolah dari Jambi ke Jakarta. Ibuku berkata: "Jangan pernah menjadi orang kebanyakan. Ikan yang hidup di air laut tidak menjadi asin. Mutiara yang diletakkan di dalam lumpur tetap akan menjadi mutiara."

Jangan ikuti tren jika tidak kau yakini. Jangan ikuti apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain jika tidak kau uji terlebih dahulu kebenarannya. Jadilah dirimu sendiri…..

Dan itu adalah 'jangan' yang membentuk diriku menjadi siapa aku sekarang ini….

---------------------------------
Jangan didik anakmu

Jangan didik anakmu laki-laki
Bahwa kekuatan dan keperkasaan adalah segalanya
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya

Jangan didik anakmu laki-laki
Untuk mengejar kehormatan dan kekuasaan
Ajari dia untuk mengejar cinta kasih dan kebijaksanaan

Jangan larang anakmu laki-laki jika ia menangis
Dan jangan katakan padanya bahwa laki-laki tak boleh cengeng
Ajari dia untuk mengenali dan menerima perasaannya
Bahwa air mata adalah anugerah Tuhan yang indah
Sehingga ia belajar untuk tidak frustasi oleh emosinya
Dan jika dewasa ia telah belajar untuk hidup dengan seutuhnya

Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana menjadi cantik
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya

Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana untuk menyenangkan laki-laki
Ajari dia untuk menyenangkan hati Tuhan

Jangan larang anakmu perempuan
Jika ia menikmati melompat, berlari, dan memanjat
Jika ia suka menjelajah dan mengutak-atik benda-benda
Jangan kaupaksa dia untuk duduk manis diam dan tenang
Karena jiwanya yang ingin bebas jadi dirinya sendiri
Dan juga rasa ingin tahunya yang telah Tuhan anugerahkan
Telah kaubonsai dan kaurusak sejak dini

Isilah rumahmu
Dengan cinta, hikmat, dan kebijaksanaan
Bukan dengan harta, keindahan tubuh, gelar, dan kekuasaan

Bagikanlah kepada anakmu laki-laki dan perempuan
Keindahan menikmati mentari pagi
Kehangatan rasa ketika menggenggam pasir
Kemesraan seekor kupu-kupu hinggap di atas bunga
Dan merdunya suara tetes-tetes hujan

Jika kau ingin anakmu rajin beribadah
Gemakan keberadaan Tuhan dalam dirimu
Ia takkan bisa kaupaksa berdoa dan sembahyang
Ketika dia tak dapat menangkap makna ibadah darimu

Jika kau ingin anakmu mencintai pengetahuan
Pancarkan rasa ingin terus belajar
Nasihatmu tak akan bisa membuatnya mau membaca
Ketika dia tak pernah menyaksikan engkau menikmati buku

Jika kau ingin anakmu penuh kasih
Tunjukkan cinta kasihmu kepadanya dan sesama
Kata-kata saja tidak akan mempan membuatnya mengasihi
Jika ia tak pernah merasakan cinta darimu

Untuk anakmu
Engkau adalah teladan yang utama
Tak perlu banyak kata, tiada perlu jutaan nasihat
Jika kau ingin anakmu hidup seperti yang kauinginkan
Hiduplah demikian!

Cikarang, 16 Agustus 2008, 14:40 WIB

Di dalam kenangan, J. P. († 16 Agustus 1987 pada usia 46 tahun)
Dan untuk kebijaksanaan seorang Ibu, D. S.

--
"The thing I love most is my freedom. It makes me able to love everybody and everything, without reserve, without prejudice, without fear of being rejected, betrayed, or even killed..."
-----------------------------------------------
Luciana

Sehelai Jubah Tipis*

*Tulisan ini pernah dikirim ke beberapa milis...

Ada seorang anak perempuan yang terlahir dengan segala hal yang diimpikan oleh banyak orang: wajah yang rupawan, kecerdasan yang luar biasa, bakat seni yang istimewa. Karena sangat menyayangi anak tersebut, Tuhan Sang Pencipta memutuskan memberikan hadiah yang istimewa baginya: Sehelai jubah tipis. Setiap ada yang memuji kelebihan anak tersebut dalam bentuk apa pun, Tuhan memberikan kepadanya sehelai jubah halus dan tipis meliputi tubuhnya yang tidak dapat dilihat oleh mata siapa pun di dunia kecuali mata Si Anak itu sendiri. Jika Si Anak terhanyut dan terlena dalam satu pujian, maka satu jubah yang muncul karena pujian tersebut akan tetap tinggal membalut tubuhnya tanpa bisa ditanggalkan. Setiap ada yang menghina diri Si Anak, namun ia bersedia menerima dan memaafkannya dengan sungguh-sungguh, satu helai dari jubah yang tak tampak itu pun akan lenyap.

Tetapi keindahan tubuh dan bakat yang luar biasa Si Anak itu memang banyak mengundang decak kagum dan pujian tetapi sedikit sekali memunculkan hinaan dari orang di sekitarnya.
“Kecantikanmu tiada taranya, anakku”.
“Engkau akan jadi orang besar dan terkenal”.
“Engkau sangat cerdas, pasti bisa melakukan apa saja”.
“Suaramu sangat merdu. Tarianmu pun sangat menggetarkan hati”.
Demikianlah pujian demi pujian dilontarkan orang-orang yang bertemu Si Anak, dan memunculkan helai demi helai jubah tipis di tubuhnya.

Maka Si Anak pun tumbuh dengan terlena oleh semua pujian, tanpa benar-benar belajar untuk menghadapi hinaan. Menjelang ia dewasa, berlembar-lembar jubah tipis yang ada di tubuhnya begitu membebani dan memberatkan dirinya. Ia begitu tertekan, menderita, dan sedih. Tetapi ia begitu takut mengecewakan orang di sekelilingnya karena harapan-harapan dan pujian-pujian mereka. Tempatnya di masyarakat sudah begitu tertata dengan mantap sehingga ia takut kehilangan semua itu,

sampai pada suatu hari….

Ketika matahari hampir bergerak turun, entah mengapa, hati Si Anak tergerak untuk mendaki sebuah bukit. Sampai di sana ia tiba-tiba tertegun. Ia mendengar suara alam dan melihat lukisan alam yang begitu indah mempesona, seperti untuk pertama kalinya. Ia begitu larut dalam pengalaman itu sampai-sampai tidak memperdulikan lagi semua pujian dan harapan orang lain terhadapnya, dan bahkan tidak merasa sakit lagi oleh hinaan orang yang pernah didengarnya. Hati dan jiwanya pun tersentuh. Air matanya pun mengalir. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas tinggi-tinggi hanya untuk Sang Maha Pencipta. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia bernyanyi bukan untuk pendengar, ia menari bukan untuk penonton, ia hidup bukan untuk mempertahankan nyawanya. Tuhan pun tersenyum, dan melenyapkan semua jubah tipis yang telah memberatkan dan membebani itu dari tubuhnya, dan kemudian menghiasi kebersamaan mereka berdua dengan sebuah pelangi....

17 November 2008, 13:25 wib

Ditulis di Cikarang, Bekasi, INDONESIA

Tari Pendet pun diambil?

Koreksi: Nyawa orang Indonesia pun diambil?

Di media akhir-akhir ini banyak protes dilayangkan dan kemarahan pun muncul karena Tari Pendet dari Bali pun diklaim oleh Malaysia setelah Batik dan lagu Rasa Sayange. Hal itu tidak saya permasalahkan, malah saya dukung. Tetapi menurut saya, lagi-lagi kita selalu kehilangan substansi masalah di sini. Selama bangsa kita tidak kita pandang sebagai bangsa yang punya harga diri, maka masalah ini akan terus terulang, sampai kapan pun.

Mengapa?

Selama bangsa kita sendiri tidak marah dan protes keras dan pemerintah kita tidak tegas melindungi warga bangsa kita, yaitu TKI dan TKW yang mati karena disiksa dan diperlakukan semena-mena oleh warga negara lain termasuk di Malaysia, pembajakan budaya pun akan dengan mudah terus-menerus terjadi.

Coba lihat sikap kita. Berulang-ulang berita mengenai TKI atau TKW yang meninggal atau disiksa di negara-negara lain, termasuk Malaysia. Tetapi ternyata nyawa dan kehidupan bangsa sendiri saja sudah tidak kita anggap berharga lagi, kecuali dia Manohara atau mahasiswa yang punya suara. Terlepas dari baik buruk pemerintahannya, Presiden Filipina Arroyo, datang sendiri ke Kuwait untuk mencegah hukuman mati Ranario yang sudah terbukti bersalah dan juga menemui pemimpin beberapa negara-negara Timur Tengah untuk menyelamatkan pekerja Filipina yang kena hukuman mati!

(Beritanya bisa juga dilihat di death penalty archive)

Berulang-ulang warga bangsa kita yang tidak bersalah mati karena tindakan semena-mena, siapa yang membela? Pantaslah saya sering dengar orang Filipina sering memandang bangsa kita lebih rendah!

Jangan heran Malaysia menganggap kita sebelah mata, karena memang bangsa kita yang di sana pun kita biarkan diperlakukan seenaknya! Nyawa pun tidak berharga, apalagi Tarian, Lagu, dan Pakaian?

Jadi kalau mau protes, kampanye, berjuang, mengenai Rasa Sayange, Batik, Tari Pendet, mulai dari substansinya: Buat bangsa kita mampu menegakkan kepala sebagai manusia yang berharga diri, mulai dari para TKI dan TKW kita, yang dianggap memiliki kelas sosial ekonomi paling rendah. Dengan begitu tidak ada lagi yang menganggap ‘tidak apa-apa’ menyerobot budaya Indonesia karena nyawa bangsa Indonesia satu-dua melayang pun dianggap ‘tidak apa-apa’oleh bangsa kita sendiri!

Arahkanlah mata kita kepada hal yang menjadi AKAR utama masalah! Jadi mulai dengan isu ini: “‘Nyawa’ bangsa Indonesia pun diambil? Tak heran jika Tari Pendet pun diambil!”

Cikarang, 24 Agustus 2009, 12:22 WIB

YANG SELALU PROTES MENGENAI PERLAKUAN SEMENA-MENA TERHADAP TKW DAN TKI KITA WALAUPUN ISU TERSEBUT (BACA: HARGA DIRI BANGSA) TIDAK DIANGGAP BANYAK ORANG SEBAGAI HAL YANG PALING ESENSIAL...(BACA: DIBANDING PERTUMBUHAN EKONOMI...)

SEDIH DEH GUE....

Saturday, August 22, 2009

Apple of the Eye

The name of my blog is inspired by a song beautifully sung by Libera entitled Vespera (Evening Song).




Here is a part of the lyrics:

Before the ending of the day
Creator of the world we pray
That with Thy wonted favour, Thou
Would be our Guard and Keeper now

Chorus:

Keep me as the apple of an eye
Hide me as the shadow of Thy wing
Keep me as the apple of an eye
Hide me, hide me, hide me...

The words 'The apple of an eye' and the whole Chorus part is taken from Psalm 17:8 from the Christian Bible. If we read the whole of Psalm 17, we may encounter a person who wrote it as a plea to God to be saved and protected from one's enemies.

However, one day I discovered something else...

I tried to imagine that I was an apple of an eye of the Creator of the world. This Being looks at the world, the creation, differentely as the mortals do. How would the Creator's vision would be? And I was stricken by a wonderful vision! This eye would be able to see the world lovingly! This eye would not be fearful and worried! This eye would not ask to be protected from its enemies because it doesn't see anybody as an enemy!

How wonderful! How beautiful! How magical!

Then for sometime I kept reciting the words: The apple of an eye! I try to see myself as the apple of an eye of the Creator.

Why not? I thought. Many people divide others as 'bad' and 'good', but I usually don't. I always try to understand the circumstances behind the deeds of the people the others call as 'evil'. I am usually able to put myself in their shoes.

God pour the rain and the sunshine to good and bad people alike!

God loves everybody and wants us to do the same. To love everybody, good or bad. I see that the only way to start it is to try TO SEE them with 'Different Eyes', different way of looking!

Then I think: What an amazing idea! I started to feel like 'the apple of The Creator's eye'. It's beautiful! I feel one and not separated with My Creator, whom sometimes I call 'My Father' or 'My Mother', and I keep trying to 'look' at the creation as how The Creator would look at it: NOT TO DIVIDE THE GOOD AND THE BAD! TO LOOK WITH THE LOVING EYE TOWARDS THE GOOD AND THE BAD!

Then I found out that:

I was born to see!
To explore the world,
To discover life,
To experience human beings,
To interact with nature
And to love...
TO LOVE....WHOMEVER, WHATEVER, WHICHEVER!

So I dedicate this blog to record the description of the things I 'see', the way I look at it!
You may disagree with me: It's fine!
You may see look at it with different angle: It's wonderful! The world would be full of colours!!

I simply decided to record what I see, however strange and unusual it may be, however contradictive and striking it may sound!
I simply write it down when I feel that I was driven to write it.

I don't claim that my way of looking is the only right way of looking. I don't state that my 'eyes' are the best 'eyes' that can be used to see.

I just want to state to the world that how wonderful it is to feel not separated from the Creator, and even if I AM NOT 'an eye' , I feel amazing and would always feel grateful to be able to see the creation this way:

'Everywhere I see beauty. Everywhere I see glory.

Everywhere I see wonder. Everywhere I see magic.

Everywhere I see love....'

I feel joyful and peaceful to be able to see the world like that. And for me, that's what really matters!

From Cikarang, Bekasi, INDONESIA