Monday, August 24, 2009

Sehelai Jubah Tipis*

*Tulisan ini pernah dikirim ke beberapa milis...

Ada seorang anak perempuan yang terlahir dengan segala hal yang diimpikan oleh banyak orang: wajah yang rupawan, kecerdasan yang luar biasa, bakat seni yang istimewa. Karena sangat menyayangi anak tersebut, Tuhan Sang Pencipta memutuskan memberikan hadiah yang istimewa baginya: Sehelai jubah tipis. Setiap ada yang memuji kelebihan anak tersebut dalam bentuk apa pun, Tuhan memberikan kepadanya sehelai jubah halus dan tipis meliputi tubuhnya yang tidak dapat dilihat oleh mata siapa pun di dunia kecuali mata Si Anak itu sendiri. Jika Si Anak terhanyut dan terlena dalam satu pujian, maka satu jubah yang muncul karena pujian tersebut akan tetap tinggal membalut tubuhnya tanpa bisa ditanggalkan. Setiap ada yang menghina diri Si Anak, namun ia bersedia menerima dan memaafkannya dengan sungguh-sungguh, satu helai dari jubah yang tak tampak itu pun akan lenyap.

Tetapi keindahan tubuh dan bakat yang luar biasa Si Anak itu memang banyak mengundang decak kagum dan pujian tetapi sedikit sekali memunculkan hinaan dari orang di sekitarnya.
“Kecantikanmu tiada taranya, anakku”.
“Engkau akan jadi orang besar dan terkenal”.
“Engkau sangat cerdas, pasti bisa melakukan apa saja”.
“Suaramu sangat merdu. Tarianmu pun sangat menggetarkan hati”.
Demikianlah pujian demi pujian dilontarkan orang-orang yang bertemu Si Anak, dan memunculkan helai demi helai jubah tipis di tubuhnya.

Maka Si Anak pun tumbuh dengan terlena oleh semua pujian, tanpa benar-benar belajar untuk menghadapi hinaan. Menjelang ia dewasa, berlembar-lembar jubah tipis yang ada di tubuhnya begitu membebani dan memberatkan dirinya. Ia begitu tertekan, menderita, dan sedih. Tetapi ia begitu takut mengecewakan orang di sekelilingnya karena harapan-harapan dan pujian-pujian mereka. Tempatnya di masyarakat sudah begitu tertata dengan mantap sehingga ia takut kehilangan semua itu,

sampai pada suatu hari….

Ketika matahari hampir bergerak turun, entah mengapa, hati Si Anak tergerak untuk mendaki sebuah bukit. Sampai di sana ia tiba-tiba tertegun. Ia mendengar suara alam dan melihat lukisan alam yang begitu indah mempesona, seperti untuk pertama kalinya. Ia begitu larut dalam pengalaman itu sampai-sampai tidak memperdulikan lagi semua pujian dan harapan orang lain terhadapnya, dan bahkan tidak merasa sakit lagi oleh hinaan orang yang pernah didengarnya. Hati dan jiwanya pun tersentuh. Air matanya pun mengalir. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas tinggi-tinggi hanya untuk Sang Maha Pencipta. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia bernyanyi bukan untuk pendengar, ia menari bukan untuk penonton, ia hidup bukan untuk mempertahankan nyawanya. Tuhan pun tersenyum, dan melenyapkan semua jubah tipis yang telah memberatkan dan membebani itu dari tubuhnya, dan kemudian menghiasi kebersamaan mereka berdua dengan sebuah pelangi....

17 November 2008, 13:25 wib

Ditulis di Cikarang, Bekasi, INDONESIA

No comments:

Post a Comment