Monday, February 29, 2016

Tiran

Hari ini aku belajar bahwa kemarahanku adalah hasil dari kekecewaan terhadap dunia. Aku ingin mengendalikan semua orang menurut keyakinanku. Aku ingin semua orang berpikir, berkata, bersikap, dan bertindak seperti yang kuinginkan. Dan aku merasa sakit jika mereka tidak seperti yang kuharapkan. Sebenarnya, cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir seorang tiran. Seorang tiran ingin semua orang mengikuti maunya, dan begitulah sikap semua manusia di dunia ini. Bedanya tiran yang satu dengan yang lain adalah, ada tiran yang jadi penguasa dan memiliki alat, baik aturan, senjata, maupun media massa untuk memaksa orang lain agar mematuhinya, sedangkan yang lain adalah tiran-tiran kecil yang menjadi penindas di lingkungannya sendiri. Jika setiap orang mawas diri akan hal ini, maka pemaksaan kehendak kepada orang lain hanyalah menjadi tindakan kasih sayang yang berbuah dari ketulusan. Dan setiap orang perlu terus bergumul agar menyadarinya...


Groningen, 01:05 CET

Friday, January 29, 2016

Bola Mata

Rasanya aneh bahwa blogku ini namanya 'bola mata', ketika malam ini aku diingatkan kembali akan pentingnya bola mata. Sejak kecil, tanpa sadar kita menempatkan segala macam tujuan di dunia ini lebih tinggi daripada tubuh kita, termasuk bola mata, hingga pada suatu saat tubuh kita memberikan tanda bahwa ia sudah terlampau lelah bekerja. Belum lagi, kita juga sering lebih mementingkan benda-benda daripada tubuh kita sendiri. Mobil kita rawat, rumah kita bersihkan, piring kita cuci, tetapi kita cenderung mengabaikan rumah pertama kita, benda yang terdekat dengan kita, yaitu tubuh.
Pada usia tertentu barulah biasanya kita sadar, dipaksa sadar maupun tidak, bahwa tubuh kita lebih penting daripada semua itu. Mobil bisa ditukar, rumah bisa direnovasi, piring pecah bisa diganti. Tubuh kita sebaliknya, cuma satu, dan entah kenapa kita diajar untuk percaya bahwa mengorbankan tubuh adalah mulia demi tujuan yang besar, demi meraih impian.
Malam ini aku sendirian, mengakrabkan diri dengan tubuhku, bercakap-cakap dengan bola mataku. Aku katakan dengan jujur, bahwa aku telah memperbudaknya hampir seumur hidupku. Aku lupa betapa ia telah memberikan kenangan-kenangan indah yang tergambar di dalam kepalaku: Wajah keluargaku, sahabatku, dan cintaku. Betapa ia telah menyuguhkan matahari terbit dan tenggelam, pantai putih, langit biru, beningnya air, hijaunya pegunungan, dan berbagai rupa karya alam maupun manusia. Ia telah menunjukkan indahnya senyuman yang tulus, dan rupawannya seseorang yang penuh cinta. Untuk itu, tiada yang bisa kukatakan selain...


Maafkan aku, Bola Mata...Terima kasih untuk segalanya...


Groningen, 28 Januari 2016, 21:19 CET

Monday, January 25, 2016

Mamma Mia!

Hari ini waktu Indonesia bagian Barat adalah ulang tahun dari sahabatku yang sudah meninggal dunia karena kanker. Di sebuah stasiun televisi di Belanda sedang disiarkan film Mamma Mia!. Keduanya tampak tidak berhubungan, tetapi buatku tampak jelas garis penghubungnya.
Aku menonton film ini pertama kali di layar lebar, di seberang kantor sahabatku itu di sebuah pusat perbelanjaan, seusai jam kantor. Waktu itu aku sedang dalam keadaan tidak memiliki komitmen apapun. Aku sedang tidak bekerja, tidak sekolah, dan sedang mencari apa yang ingin kulakukan dalam hidupku.
Jika melihat kembali semua itu, sahabatku itu tampaknya telah memberikan waktunya selama beberapa tahun untuk menemaniku, tanpa aku sadari, hingga akhirnya ia jatuh sakit dan meninggal dunia.
Tiada yang lebih indah daripada cinta yang dirasakan. Aku sendiri merasa itu yang kudapatkan darinya. Dalam setiap tahapan kehidupanku, selalu ada orang yang memberikanku cinta, untuk bisa melangkah pada tahap selanjutnya.


Terima kasih, sahabat, di mana pun kau berada sekarang...


Groningen 24 Januari 2016, 20:48 CET
Jakarta 25 Januari 2016

Sunday, January 24, 2016

Second Act

I just watched the closing act of Castle, the detective series on tv. The word 'second act', hit me. Yes, I didn't realize it previously. I did, fight back, and am doing my second act. Yes, it was a great thing, because I do not give up until I try whatever possible, and that's actually my real character. I would try to do my second act, third act, and so on, until the director says 'cut'. No, actually, until the curtain falls...


Groningen, 23 January 2016, 21:32 CET

Dicinta

Beberapa tahun yang lalu aku merasa kesulitan untuk merasakan bahwa aku dicinta. Aku dulu cenderung merasakan bahwa aku harus memberi, tetapi aku tak mampu merasakan apa yang orang lain berikan padaku. Hari ini aku belajar menerima cinta. Sobat terdekatku sekeluarga mengirimkanku 'big group hugs' dan aku merasakan bisa menikmati kebersamaan dengan teman yang baru kukenal. Aku juga merasakan cinta dari keluarga sahabat dekatku, dan...dari diriku sendiri. Aku merasa berterima kasih di dalam hati dan bersyukur bahwa aku telah sampai pada tahap ini, tahap di mana aku merasakan aku telah nyaman dengan diriku...sehingga aku pun paham arti dari..dicintai..oleh orang lain, maupun diriku sendiri...


Groningen, 23 Januari 2016, 21:07 CET

Friday, January 22, 2016

Ranking

Waktu mulai mengikuti Sekolah Dasar, aku tidak begitu paham sekolah itu buat apa. Buatku sekolah bertemu teman, bermain-main, sampai akhirnya aku mengenal kata ranking. Pertama kali aku mencapai ranking pertama di kelas adalah waktu kelas 4 SD. Sampai saat itu aku tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Bahkan, ranking tersebut kucapai tanpa aku sadari karena aku menikmati apa yang aku lakukan, yaitu bermain. Ya, aku bermain memecahkan soal matematika, aku bermain menggunakan bahasa Indonesia, aku bermain mengenal dunia.
Entah bagaimana, racun ranking itu mulai merasukiku. Bukan rankingnya yang ingin kukejar, tetapi aku mulai didorong oleh hawa nafsu menguasai. Aku ingin menguasai situasi, memahami segala persoalan, menemukan semua penyebab. Aku gelisah dalam ketidaktahuan, dan aku selalu ingin mengendalikan. Di situlah aku mulai kehilangan kedamaian dalam diriku, karena aku tidak terima jika tidak paham, dan takut dianggap bodoh.
Walaupun hingga kini aku tidak begitu memikirkan ranking, tetapi aku ingin dapat memiliki persepsi pada saat itu, ketika aku menikmati bermain dalam hidupku. Jika dengan bermain itu, pengetahuanku diakui di dalam secarik kertas, itu adalah bonus, bukan yang utama. Mengapa? Karena aku tahu siapa diriku, apa yang aku mampu lakukan, dan apapun kata orang, tidak akan bisa menghapus kenyataan itu.
Dunia telah berhasil merasukiku dengan kata ranking, meracuniku dengan pikiran ingin menguasai, menciptakan ketakutan dalam diriku bahwa aku berarti hanya jika aku diakui oleh orang lain. Kau tahu? Aku sekarang tidak mau diikat oleh itu semua. Aku ingat bahagianya aku ketika aku melakukan sesuatu sepenuh hati seperti ketika aku bermain. Tidak ada lagi yang lebih berharga ketika aku tidak dihantui oleh kata...ranking.


Groningen,  22 Januari 2016, 00:13 CET

Saturday, January 16, 2016

Belum Tentu Akan Terjadi Lagi

Kata-kata Yesus yang sering dikutip, dikhotbahkan, dan dibahas, mungkin salah satunya adalah ini:

"Jangan khawatir akan hari esok. Kesusahan sehari cukup untuk sehari".
Kalimat ini dilanjutkan dengan bagaimana kehidupan alam sekitar melimpah karena dipelihara oleh Tuhan tanpa perlu khawatir. Jika demikian, apalagi manusia, pasti akan dipelihara Tuhan. 


Kalimat ini mengandung kebenaran. Bukan hanya mengandung kebenaran. Kalimat ini benar. Dan karena benar, diucapkan berulang-ulang, kalimat ini menjadi klise. Telinga orang Kristen pada umumnya terbiasa mendengarya. Karena terbiasa, akhirnya pesan di dalamnya menjadi sesuatu yang kerap tidak lagi menyentuh dan bermakna.

Begitulah prosesnya, mengapa pada umumnya kalimat-kalimat di dalam kitab suci menjadi kehilangan kekuatannya. Biasa didengar, sehingga lupa apa artinya. Tidak lagi segar, baru, dan menggugah. 

Maka dari itu, apa yang aku lakukan biasanya adalah merenungkan kalimat yang sama yang ingin kurenungi karena merasa tergerak pada saat tertentu. berulang-ulang, dan bisa dalam jangka waktu bertahun-tahun, sampai pada satu titik, biasanya aku menemukan pemaknaannya buatku sendiri. Di situlah biasanya, kalimat yang sudah terdengar klise itu menjadi sebuah inspirasi kembali. 

Seperti hari ini, ketika aku mengulang kalimat "Jangan khawatir, susah sehari cukup sehari", aku seakan-akan menemukan kaitan kalimat itu dengan ungkapan kebenaran lainnya, seperti sisi lain dari uang koin yang sama: "Yang sudah terjadi biarkan berlalu". Dengan kata lain, yang sudah terjadi, tidak akan terulang lagi. Dalam situasi tertentu, dapat dikatakan, bahwa artinya adalah, yang sudah terjadi BELUM TENTU akan terjadi lagi. Jika pada hari ini sesuatu tidak berjalan dengan baik, besok hal ini sudah tidak terjadi lagi karena terjadinya har ini, dan belum tentu akan terjadi lagi di masa depan....

Aku pun terhenyak menyadari hal ini, dan aku menjadi memahami kalimat Yesus di atas dengan sudut pandang yang sedikit berbeda. Selama ini aku mencoba merenungkan kata-kata tersebut dengan membayangkan bahwa apa yang terjadi hari ini, selesai ketika aku mau tidur. Lepaskan, lupakan, jangan khawatir. Akan tetapi, banyak orang tidak menyadari, bahwa perasaan manusia tidak bisa dipaksa, dan tidak akan baik hasil akhirnya jika dipaksa, karena kita hanya akan menekannya di alam bawah sadar. Jadi, ketika khawatir, aku hanya membiarkannya dan mengakui perasaanku apa adanya.


Mengatakan: "Jangan khawatir" saja buatku belum pernah benar-benar berhasil. Namun, ketika aku menyadari bahwa: Hari ini hal yang tak enak, hal yang mengganggu, hal yang menyedihkan, hal yang membuat marah, hal yang memunculkan iri hati dan dengki, hal yang membuatku merasa tak mampu, hal yang membuatku merasa tidak berharga, hal yang membuatku putus asa, belum tentu akan terjadi lagi", maka dampaknya pada diriku menjadi berbeda. Pelan-pelan ketegangan dalam persaanku menjadi kendur dan aku pun bisa mengerti apa artinya: Jangan khawatir akan hari esok. Itu dia! Hari ini terjadi, besok belum tentu akan terjadi lagi. 


Sedetik pun, sesaat pun, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Jadi, dihadapi saja, dicoba, dijalani, dinikmati...karena hasil akhirnya kita sama sekali tidak tahu. Hari ini aku khawatir. Besok, belum tentu aku akan khawatir lagi, bukan...?  

Groningen, 15 Januari 2016, 22:22 CET