Wednesday, August 26, 2009

KESIMPULAN-Untuk Dua Enam Delapan Nol Sembilan

JIKA AKU MATI

Jika aku mati
Biarlah aku telah mengecap
Gundah gulana seorang kekasih
Pemberontakan seorang anak
Kebahagiaan seorang perempuan
Keabadian seorang filsuf

Jika aku mati
Biarlah aku sudah menemukan
Belahan-belahan akalku yang hancur berantakan
Serpihan-serpihan atmaku yang berserak acak
Bagian-bagian tubuhku yang dirampas orang
Potongan-potongan hatiku yang terhilang

Maka, kalau memang aku
Terbakar di atas bara api
Tersembelih penjagal manusia
Tenggelam digulung gelombang laut
Tersalib seperti juruselamat
Aku siap
Jika aku mati

Depok, 30 April 2001-00.45 WIB

Monday, August 24, 2009

Don’t teach your children

Don’t teach your son
That strength and might are everything
Teach him to love and to accept himself as the way he is

Don’t teach your son
To pursue honour and power
Teach him to reach for love and wisdom

Don’t tell your son to stop crying
Because you want to teach him that boys don’t cry
Teach him instead to recognize and to accept his feelings
And that tears are God’s beautiful gifts
So he may learn not to be frustrated by his emotions
And when he gets older he has learned how to live fully

Don’t teach your daughter
To focus on physical beauty
Teach her to love and to accept herself as the way she is

Don’t teach your daughter
How to please a man
Teach her how to please God

Don’t tell your daughter to stop
If she enjoys jumping, running, and climbing
If she loves to explore and to experiment with things
Don’t force her to sit sweetly quietly and calmly
Because her soul that wants to be free
And her God’s given curiousness
Will be trimmed and ruined immediately

Fill your home
With love, wisdom, and understanding
Not with wealth, physical beauty, degree, and power

Share to your sons and daughters
The beauty of the morning sun
The warmth of holding sand in your hands
The intimacy of butterfly and flowers
And the rhythm of the falling rain

If you want your children to worship God
Echo the presence of God within you
You can not push them to pray and worship
When they do not capture the meaning of prayers from you

If you want your children to love knowledge
Radiate your desire to learn to them
Your advice will not make them read
When they never witness you enjoying a book

If you want your children to love
Show them your love toward them and to others
Words only will not able to make them love
If they never feel any love from you

For your children
You are the main example
No need for many words
No need for millions of advice
If you want your children to live as you wish them to
Simply, live that way!

Cikarang, 16 Agustus 2008, 14:40 WIB
In Memoriam, J. P. († 16 Agustus 1987 at the age of 46 years)
And because of the wisdom of a mother, D. S.

--
"The thing I love most is my freedom. It makes me able to love everybody and everything, without reserve, without prejudice, without fear of being rejected, betrayed, or even killed..."
-----------------------------------------------
Luciana

Jangan didik anakmu

Catatan:

Tidak ada orang tua yang sempurna. Dan aku menulis ini bukan karena aku merasa akan menjadi orang tua yang lebih baik daripada orang tuaku maupun orang lain, jika Allah mengizinkan aku memiliki anak. Tetapi aku ingin mengenang apa yang ayah dan ibuku sudah tanamkan dalam diriku dan juga sekaligus berkaca kepada segala kekurangan mereka, dengan cara menuliskan puisi di bawah ini. Yang paling kukenang dari ayahku adalah rasa pengabdian, dan yang paling kukenang dari ibuku adalah kebijaksanaan.

Puisi di bawah ini memang berisi banyak kata jangan, padahal orang tuaku hampir tidak pernah memakai kata 'jangan', paling tidak berdasarkan pengalamanku pribadi. Tetapi ada satu 'jangan' dari ibuku yang aku dengarkan ketika aku berusia sekitar sembilan tahun dan terngiang-ngiang hingga aku dewasa. Waktu itu aku mengalami 'peer pressure', yaitu keinginan yang kuat untuk diterima oleh teman-teman sekelas karena aku baru pindah sekolah dari Jambi ke Jakarta. Ibuku berkata: "Jangan pernah menjadi orang kebanyakan. Ikan yang hidup di air laut tidak menjadi asin. Mutiara yang diletakkan di dalam lumpur tetap akan menjadi mutiara."

Jangan ikuti tren jika tidak kau yakini. Jangan ikuti apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain jika tidak kau uji terlebih dahulu kebenarannya. Jadilah dirimu sendiri…..

Dan itu adalah 'jangan' yang membentuk diriku menjadi siapa aku sekarang ini….

---------------------------------
Jangan didik anakmu

Jangan didik anakmu laki-laki
Bahwa kekuatan dan keperkasaan adalah segalanya
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya

Jangan didik anakmu laki-laki
Untuk mengejar kehormatan dan kekuasaan
Ajari dia untuk mengejar cinta kasih dan kebijaksanaan

Jangan larang anakmu laki-laki jika ia menangis
Dan jangan katakan padanya bahwa laki-laki tak boleh cengeng
Ajari dia untuk mengenali dan menerima perasaannya
Bahwa air mata adalah anugerah Tuhan yang indah
Sehingga ia belajar untuk tidak frustasi oleh emosinya
Dan jika dewasa ia telah belajar untuk hidup dengan seutuhnya

Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana menjadi cantik
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya

Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana untuk menyenangkan laki-laki
Ajari dia untuk menyenangkan hati Tuhan

Jangan larang anakmu perempuan
Jika ia menikmati melompat, berlari, dan memanjat
Jika ia suka menjelajah dan mengutak-atik benda-benda
Jangan kaupaksa dia untuk duduk manis diam dan tenang
Karena jiwanya yang ingin bebas jadi dirinya sendiri
Dan juga rasa ingin tahunya yang telah Tuhan anugerahkan
Telah kaubonsai dan kaurusak sejak dini

Isilah rumahmu
Dengan cinta, hikmat, dan kebijaksanaan
Bukan dengan harta, keindahan tubuh, gelar, dan kekuasaan

Bagikanlah kepada anakmu laki-laki dan perempuan
Keindahan menikmati mentari pagi
Kehangatan rasa ketika menggenggam pasir
Kemesraan seekor kupu-kupu hinggap di atas bunga
Dan merdunya suara tetes-tetes hujan

Jika kau ingin anakmu rajin beribadah
Gemakan keberadaan Tuhan dalam dirimu
Ia takkan bisa kaupaksa berdoa dan sembahyang
Ketika dia tak dapat menangkap makna ibadah darimu

Jika kau ingin anakmu mencintai pengetahuan
Pancarkan rasa ingin terus belajar
Nasihatmu tak akan bisa membuatnya mau membaca
Ketika dia tak pernah menyaksikan engkau menikmati buku

Jika kau ingin anakmu penuh kasih
Tunjukkan cinta kasihmu kepadanya dan sesama
Kata-kata saja tidak akan mempan membuatnya mengasihi
Jika ia tak pernah merasakan cinta darimu

Untuk anakmu
Engkau adalah teladan yang utama
Tak perlu banyak kata, tiada perlu jutaan nasihat
Jika kau ingin anakmu hidup seperti yang kauinginkan
Hiduplah demikian!

Cikarang, 16 Agustus 2008, 14:40 WIB

Di dalam kenangan, J. P. († 16 Agustus 1987 pada usia 46 tahun)
Dan untuk kebijaksanaan seorang Ibu, D. S.

--
"The thing I love most is my freedom. It makes me able to love everybody and everything, without reserve, without prejudice, without fear of being rejected, betrayed, or even killed..."
-----------------------------------------------
Luciana

Sehelai Jubah Tipis*

*Tulisan ini pernah dikirim ke beberapa milis...

Ada seorang anak perempuan yang terlahir dengan segala hal yang diimpikan oleh banyak orang: wajah yang rupawan, kecerdasan yang luar biasa, bakat seni yang istimewa. Karena sangat menyayangi anak tersebut, Tuhan Sang Pencipta memutuskan memberikan hadiah yang istimewa baginya: Sehelai jubah tipis. Setiap ada yang memuji kelebihan anak tersebut dalam bentuk apa pun, Tuhan memberikan kepadanya sehelai jubah halus dan tipis meliputi tubuhnya yang tidak dapat dilihat oleh mata siapa pun di dunia kecuali mata Si Anak itu sendiri. Jika Si Anak terhanyut dan terlena dalam satu pujian, maka satu jubah yang muncul karena pujian tersebut akan tetap tinggal membalut tubuhnya tanpa bisa ditanggalkan. Setiap ada yang menghina diri Si Anak, namun ia bersedia menerima dan memaafkannya dengan sungguh-sungguh, satu helai dari jubah yang tak tampak itu pun akan lenyap.

Tetapi keindahan tubuh dan bakat yang luar biasa Si Anak itu memang banyak mengundang decak kagum dan pujian tetapi sedikit sekali memunculkan hinaan dari orang di sekitarnya.
“Kecantikanmu tiada taranya, anakku”.
“Engkau akan jadi orang besar dan terkenal”.
“Engkau sangat cerdas, pasti bisa melakukan apa saja”.
“Suaramu sangat merdu. Tarianmu pun sangat menggetarkan hati”.
Demikianlah pujian demi pujian dilontarkan orang-orang yang bertemu Si Anak, dan memunculkan helai demi helai jubah tipis di tubuhnya.

Maka Si Anak pun tumbuh dengan terlena oleh semua pujian, tanpa benar-benar belajar untuk menghadapi hinaan. Menjelang ia dewasa, berlembar-lembar jubah tipis yang ada di tubuhnya begitu membebani dan memberatkan dirinya. Ia begitu tertekan, menderita, dan sedih. Tetapi ia begitu takut mengecewakan orang di sekelilingnya karena harapan-harapan dan pujian-pujian mereka. Tempatnya di masyarakat sudah begitu tertata dengan mantap sehingga ia takut kehilangan semua itu,

sampai pada suatu hari….

Ketika matahari hampir bergerak turun, entah mengapa, hati Si Anak tergerak untuk mendaki sebuah bukit. Sampai di sana ia tiba-tiba tertegun. Ia mendengar suara alam dan melihat lukisan alam yang begitu indah mempesona, seperti untuk pertama kalinya. Ia begitu larut dalam pengalaman itu sampai-sampai tidak memperdulikan lagi semua pujian dan harapan orang lain terhadapnya, dan bahkan tidak merasa sakit lagi oleh hinaan orang yang pernah didengarnya. Hati dan jiwanya pun tersentuh. Air matanya pun mengalir. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas tinggi-tinggi hanya untuk Sang Maha Pencipta. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia bernyanyi bukan untuk pendengar, ia menari bukan untuk penonton, ia hidup bukan untuk mempertahankan nyawanya. Tuhan pun tersenyum, dan melenyapkan semua jubah tipis yang telah memberatkan dan membebani itu dari tubuhnya, dan kemudian menghiasi kebersamaan mereka berdua dengan sebuah pelangi....

17 November 2008, 13:25 wib

Ditulis di Cikarang, Bekasi, INDONESIA

Tari Pendet pun diambil?

Koreksi: Nyawa orang Indonesia pun diambil?

Di media akhir-akhir ini banyak protes dilayangkan dan kemarahan pun muncul karena Tari Pendet dari Bali pun diklaim oleh Malaysia setelah Batik dan lagu Rasa Sayange. Hal itu tidak saya permasalahkan, malah saya dukung. Tetapi menurut saya, lagi-lagi kita selalu kehilangan substansi masalah di sini. Selama bangsa kita tidak kita pandang sebagai bangsa yang punya harga diri, maka masalah ini akan terus terulang, sampai kapan pun.

Mengapa?

Selama bangsa kita sendiri tidak marah dan protes keras dan pemerintah kita tidak tegas melindungi warga bangsa kita, yaitu TKI dan TKW yang mati karena disiksa dan diperlakukan semena-mena oleh warga negara lain termasuk di Malaysia, pembajakan budaya pun akan dengan mudah terus-menerus terjadi.

Coba lihat sikap kita. Berulang-ulang berita mengenai TKI atau TKW yang meninggal atau disiksa di negara-negara lain, termasuk Malaysia. Tetapi ternyata nyawa dan kehidupan bangsa sendiri saja sudah tidak kita anggap berharga lagi, kecuali dia Manohara atau mahasiswa yang punya suara. Terlepas dari baik buruk pemerintahannya, Presiden Filipina Arroyo, datang sendiri ke Kuwait untuk mencegah hukuman mati Ranario yang sudah terbukti bersalah dan juga menemui pemimpin beberapa negara-negara Timur Tengah untuk menyelamatkan pekerja Filipina yang kena hukuman mati!

(Beritanya bisa juga dilihat di death penalty archive)

Berulang-ulang warga bangsa kita yang tidak bersalah mati karena tindakan semena-mena, siapa yang membela? Pantaslah saya sering dengar orang Filipina sering memandang bangsa kita lebih rendah!

Jangan heran Malaysia menganggap kita sebelah mata, karena memang bangsa kita yang di sana pun kita biarkan diperlakukan seenaknya! Nyawa pun tidak berharga, apalagi Tarian, Lagu, dan Pakaian?

Jadi kalau mau protes, kampanye, berjuang, mengenai Rasa Sayange, Batik, Tari Pendet, mulai dari substansinya: Buat bangsa kita mampu menegakkan kepala sebagai manusia yang berharga diri, mulai dari para TKI dan TKW kita, yang dianggap memiliki kelas sosial ekonomi paling rendah. Dengan begitu tidak ada lagi yang menganggap ‘tidak apa-apa’ menyerobot budaya Indonesia karena nyawa bangsa Indonesia satu-dua melayang pun dianggap ‘tidak apa-apa’oleh bangsa kita sendiri!

Arahkanlah mata kita kepada hal yang menjadi AKAR utama masalah! Jadi mulai dengan isu ini: “‘Nyawa’ bangsa Indonesia pun diambil? Tak heran jika Tari Pendet pun diambil!”

Cikarang, 24 Agustus 2009, 12:22 WIB

YANG SELALU PROTES MENGENAI PERLAKUAN SEMENA-MENA TERHADAP TKW DAN TKI KITA WALAUPUN ISU TERSEBUT (BACA: HARGA DIRI BANGSA) TIDAK DIANGGAP BANYAK ORANG SEBAGAI HAL YANG PALING ESENSIAL...(BACA: DIBANDING PERTUMBUHAN EKONOMI...)

SEDIH DEH GUE....

Saturday, August 22, 2009

Apple of the Eye

The name of my blog is inspired by a song beautifully sung by Libera entitled Vespera (Evening Song).




Here is a part of the lyrics:

Before the ending of the day
Creator of the world we pray
That with Thy wonted favour, Thou
Would be our Guard and Keeper now

Chorus:

Keep me as the apple of an eye
Hide me as the shadow of Thy wing
Keep me as the apple of an eye
Hide me, hide me, hide me...

The words 'The apple of an eye' and the whole Chorus part is taken from Psalm 17:8 from the Christian Bible. If we read the whole of Psalm 17, we may encounter a person who wrote it as a plea to God to be saved and protected from one's enemies.

However, one day I discovered something else...

I tried to imagine that I was an apple of an eye of the Creator of the world. This Being looks at the world, the creation, differentely as the mortals do. How would the Creator's vision would be? And I was stricken by a wonderful vision! This eye would be able to see the world lovingly! This eye would not be fearful and worried! This eye would not ask to be protected from its enemies because it doesn't see anybody as an enemy!

How wonderful! How beautiful! How magical!

Then for sometime I kept reciting the words: The apple of an eye! I try to see myself as the apple of an eye of the Creator.

Why not? I thought. Many people divide others as 'bad' and 'good', but I usually don't. I always try to understand the circumstances behind the deeds of the people the others call as 'evil'. I am usually able to put myself in their shoes.

God pour the rain and the sunshine to good and bad people alike!

God loves everybody and wants us to do the same. To love everybody, good or bad. I see that the only way to start it is to try TO SEE them with 'Different Eyes', different way of looking!

Then I think: What an amazing idea! I started to feel like 'the apple of The Creator's eye'. It's beautiful! I feel one and not separated with My Creator, whom sometimes I call 'My Father' or 'My Mother', and I keep trying to 'look' at the creation as how The Creator would look at it: NOT TO DIVIDE THE GOOD AND THE BAD! TO LOOK WITH THE LOVING EYE TOWARDS THE GOOD AND THE BAD!

Then I found out that:

I was born to see!
To explore the world,
To discover life,
To experience human beings,
To interact with nature
And to love...
TO LOVE....WHOMEVER, WHATEVER, WHICHEVER!

So I dedicate this blog to record the description of the things I 'see', the way I look at it!
You may disagree with me: It's fine!
You may see look at it with different angle: It's wonderful! The world would be full of colours!!

I simply decided to record what I see, however strange and unusual it may be, however contradictive and striking it may sound!
I simply write it down when I feel that I was driven to write it.

I don't claim that my way of looking is the only right way of looking. I don't state that my 'eyes' are the best 'eyes' that can be used to see.

I just want to state to the world that how wonderful it is to feel not separated from the Creator, and even if I AM NOT 'an eye' , I feel amazing and would always feel grateful to be able to see the creation this way:

'Everywhere I see beauty. Everywhere I see glory.

Everywhere I see wonder. Everywhere I see magic.

Everywhere I see love....'

I feel joyful and peaceful to be able to see the world like that. And for me, that's what really matters!

From Cikarang, Bekasi, INDONESIA