Monday, September 14, 2009

MENANGIS?

Menangis? Aku sudah berhenti menangis, ketika segalanya sudah berlalu. Aku tidak mampu bahkan untuk meneteskan air mata karena semua kepahitan yang aku rasakan. Kalau ya, air mata bisa mengurangi sedikit saja rasa getir itu, aku mau menangis terus-menerus. Tapi aku tidak bisa. Tidak pada tempatnya.

Menangis? Aku mau saja menangis, tapi tak ada gunanya. Apa yang kualami seperti tidak memberi izin keluarnya air mata. Segalanya merupakan kesesakan yang ingin segera kulupakan, seakan-akan saat itu terjadi, dia segera berlalu dari hadapanku. Dan aku pun tak bisa menangis. Bukan saatnya.

Menangis? Aku tak mampu menangis, karena seluruh dunia tampak begitu ceria. Maka aku memilih untuk tersenyum, dan aku membuang segala hal yang menimbulkan duka di benakku. Semua itu menciptakan suatu spontanitas yang berlangsung sejak lama, aku jadi tak mampu menangis. Sehingga aku tak bisa menangis. Ini bukan kondisinya.

Menangis? Aku ingin saja menangis, jika memang ada yang mendengar aku menangis. Tapi semua orang tampak tak rela aku menangis, semua pihak tak menerima keluarnya air mataku. Semua itu membuat tangisanku beku, yang tanpa sadar telah kumasukkan dalam lemari pendingin yang tak bisa dibuka. Maka aku tak bisa menangis. Tak ada yang mampu mendengarnya.………….Tak ada?

Depok, 28 Februari 2002-21.50bbwi

Dedicated to my “Daughter”, N.

1 comment:

  1. Saya belajar satu hal, kita sering jahat sama kita sendiri, karena ketika kita mengalami emosi yang kuat, bukannya menolong diri kita sendiri untuk menghadapinya dengan lembut, malah menghardik, menghukum, dan menghajar diri kita untuk emosi-emosi itu. Makanya banyak terjadi kita kacau-balau karena emosi-emosi yang terpendam, dan ketika kacau kita semakin tidak menyukai diri sendiri. Ayo!! Cintai dirimu, kalau bunga dan tanaman bisa kau biarkan tumbuh alamiah, kenapa emosi-emosi dalam dirimu tidak kauberikan tempat yang wajar? Ayo...cintai dirimu!!

    ReplyDelete