Sunday, September 13, 2009

JATUH

Jatuh itu sakit. Kalau kita jatuh dari bus kota, yang sakit bukan hanya kaki, lutut, atau tangan, tapi juga perasaan inheren dalam diri manusia yang namanya malu. Hal itu tidak terlalu terasa kalau kebetulan penghuni bus hanya Pak Kondektur yang suka masam kalau penumpangnya mengaku mahasiswa dan Pak Supir yang suka ngebut mengejar setoran. Tapi kalau penumpang bus penuh? Minta ampun, apalagi kalau di antaranya ada perempuan yang tersenyum manis yang kebetulan kita incar, itu kalau si “kita” ini laki-laki. Kalau perempuan? Lebih malu lagi karena sepertinya perempuan lebih sensitif terhadap “kemaluan” (sesuatu yang memalukan-Red.), apalagi kalau rok sampai tersingkap, atau kalau si “penjatuh” (yang mengalami terjatuh-Red.) sedang memakai rok pendek.

Lain lagi kalau kita jatuh dari kursi (pasti kalian mengira pernyataan ini bernuansa politis). Ini bisa terjadi kalau kebetulan lampu ruangan mati dan kita tidak punya tangga untuk naik memperbaiki lampu tersebut. Yang terjadi biasanya kita kehilangan keseimbangan, lalu “Gedebuk!” jatuh ke bawah, dan kursi pun terbalik. Tak perlu membayangkan yang seram-seram seperti si penjatuh mengalami luka parah di kepala, pingsan, dan harus masuk rumah sakit. Yang jelas benjol saja pun sakit. Apalagi kalau tangan ikut terkilir. Yang menyedihkan dalam peristiwa ini bisa terjadi kalau si kursi itu rusak, patah, dan tidak ada anggaran untuk membeli yang baru. Kalau kursi cuma satu, terpaksa kita duduk di lantai untuk beberapa lama, tetapi tampaknya hal ini jarang terjadi, semiskin-miskinnya penduduk Indonesia yang punya kursi (penulis sudah memverifikasi bahwa ia tidak bermaksud menyinggung taraf hidup masyarakat Indonesia yang menurut penulis merupakan tema sensitif yang kalau diungkapkan bisa dituduh mempolitisir fakta-Red.).

Bagaimana kalau ke-jatuh-an durian? Sejak dulu tampak terjadi kebingungan, dan mungkin hal ini juga terasa di antara kita. Ini berkaitan dengan ungkapan “seperti mendapat durian runtuh” yang dikaitkan dengan keberuntungan. Tidak pernah ada keterangan secara eksplisit di mana posisi orang yang mendapat durian runtuh itu. Kalau di bawah pohon durian, yang jelas bisa terjadi luka-luka, karena semua orang tahu (tak perlu dijelaskan bahwa ini mengacu pada “semua orang yang tahu durian”) durian itu buah yang berduri tajam, membukanya pun harus hati-hati. Lagipula tidak semua orang menyukai durian. Jadi apa untungnya mendapat durian runtuh? Karena itu hal ini tetap tidak signifikan untuk membuktikan bahwa hipotesa awal, “jatuh itu sakit,” ditolak.
Tetapi sebenarnya ada satu jenis jatuh yang jika begitu besar pengaruhnya dalam data, sehingga jika dimasukkan ke dalam persamaan regresi bisa mengubah garis tren (anggaplah kalian semua sudah lulus Statistika 2) dan jika diuji kemungkinan bisa memunculkan hasil yang mengharuskan kita menolak hipotesa “jatuh itu sakit.” Hal ini dari masa ke masa menjadi topik bahasan paling menarik bahkan dibuat melodinya oleh para pencipta lagu, yaitu jatuh cinta. Salah satunya adalah lagu Titik Puspa (?) (ternyata penulis tidak begitu yakin akan hal ini-Red.) “jatuh cinta, berjuta rasanya.”

Rasanya semua orang sepakat kalau “berjuta” dalam lagu ini menggambarkan sesuatu yang menyenangkan. Menurut beberapa sumber, penjatuh cinta mengalami “hati yang berbunga-bunga, kepala penuh mimpi indah, jiwa penuh semangat, dan wajah cerah ceria.” Sebenarnya hal ini penuh diteliti lebih lanjut karena jarang orang yang jatuh cinta melaporkannya secara terperinci. Semaksimal mungkin mereka hanya memberi informasi siapa yang mereka jatuh cintai, tapi tidak pernah ada deskripsi komprehensif dari perasaan mereka. Kalau memang apa yang dialami narasumber dapat digeneralisasi, rasanya kita jadi punya masukan untuk mengubah paradigma “jatuh itu sakit”. Suruh saja semua orang jatuh cinta.

(Catatan Redaksi : Penulis memohon ide ini dimasukkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara atau paling tidak dalam Undang-undang. Mengacu pada tujuan Republik Indonesia “masyarakat adil dan makmur bla-bla-bla-bla..........” hal ini dapat dimasyarakatkan sehingga tidak perlu pinjaman atau hibah dari luar negeri untuk membuat bangsa Indonesia sejahtera. Seperti pernyataan penulis “suruh saja semua orang jatuh cinta.”)

Depok, 5 Oktober 2K (15.45 bbwi)

No comments:

Post a Comment